<< Go Back
A s a p, K e g e l a p a n, d a n
B e l a l a n g – B e l a l a n g.
Wahyu 9 : 2 berbunyi: “LaIu ia pun membuka pintu lubang yang tak terduga daIamnya itu, maka keluarlah suatu asap dari daIam lubang itu yang bagaikan asap dari suatu tanur yang besar; maka matahari dan udara telah menjadi gelap karena sebab asap dari lubang itu.”
Untuk arti dari “asap” itu kita tidak perlu melihat terlalu jauh, melainkan cukup kepada upacara bayangan, yaitu yang merupakan “suatu nubuatan Injil yang padat.” — The Acts of the Apostles, p, 14. Di sana kita melihat asap-asap yang naik dari persembahan korban bayangan, yang sebagaimana kita ketahui, telah melambangkan pengorbanan Kristus yang besar untuk mengganti manusia. Dengan demikian, maka asap yang keluar dari “lubang” itu melambangkan penyaliban Kristus, dan “matahari yang digelapkan” dan “udara” melambangkan “kegelapan yang meliputi seluruh negeri itu” semenjak dari “jam enam …. sampai jam sembilan” (Markus 15 : 33) — sewaktu Ia mati di atas kayu salib itu. Maka kegelapan yang menutupi negeri itu selama masa periode tiga jam ini menunjukkan, bahwa pada saat jam enam tepat “Iubang” itu dibuka.
Rangkaian kenyataan-kenyataan ini secara jelas menunjukkan, bahwa dengan Injil sebagai kunci (kabar-kabar keselamatan yang baik oleh perantaraan darahNya yang tercurah) Kristus telah membuka jalan kelepasan dari rumah penjara bagi umatNya yang tertawan — yaitu “Iubang dosa dan kematian yang tak terduga dalamnya” itu.
Demikianlah kita lihat, untuk memberi ikhtisar singkat, bahwa “bintang” itu melambangkan Kristus, “kunci” melambangkan Injil, “Iubang” melambangkan bumi, “asap” melambangkan pergorbananNya, dan “penggelapan matahari dan udara” melambangkan “kegelapan” yang menutupi dunia selama penyalibanNya. Lambang-Iambang yang tepat, bukan?
Wahyu 9 : 3, 4 berbunyi: “Kemudian keluarlah dari pada asap itu belalang-belalang ke atas bumi; maka kepada mereka itu dikaruniakan kuasa seperti kuasa kalajengking yang di bumi. Maka telah diperintahkan kepada mereka itu, bahwa mereka tiada boleh merusakkan rumput yang di bumi, atau pun barang tumbuh-tumbuhan hijau, atau pun sesuatu pohon kayu; melainkan hanya orang-orang itu yang tiada bermeterai Allah di dahi mereka.”
Dengan adanya asap itu melambangkan penyaliban Kristus, dan belalang-belalang keluar dari asap itu, maka satu-satunya kesimpulan yang dapat diambil ialah bahwa belalang-belalang itu melambangkan orang-orang Kristen yang telah muncul sebagai akibat dari darah korban yang tertumpah di Golgotha. Dan kenyataan, bahwa mereka akan melukai “hanya orang-orang itu yang tiada bermeterai Allah pada dahinya,” membuktikan bahwa penyimpulan ini memang tidak mungkin salah. Karena hanya Kristen yang sejati, yaitu seseorang yang memiliki pengalaman pribadi dengan Allah, yaitu memiliki pengetahuan FirmanNya yang sempurna, dan yang dipenuhi dengan Roh-Nya, yang dapat membedakan antara mana orang benar dan mana orang berdosa. Hanya dialah yang dapat mengenali siapa yang memiliki meterai dan siapa yang tidak memilikinya, apabila mereka yang tidak memiliki meterai itu kelak menyelubungi dirinya dengan jubah kebenaran yang palsu.
Pendapat yang mengatakan, bahwa belalang-belalang itu melambangkan pasukan-pasukan “Saracen” adalah tidak berlandaskan Injil dan juga tidak masuk akal, sebab tidak seperti halnya belalang-belalang itu, pas ukan-pasukan Saracen membunuh banyak orang yang menentang perjalanan mereka. Mereka terutama mengganggu orang-orang Kristen — yaitu orang-orang yang memiliki “meterai Allah di dahi mereka.” Dan yang sedemikian inilah tepatnya pekerjaan Setan, agar ia dapat membunuh semua orang yang memiliki meterai Allah. Walaupun kepada mereka yang dilambangkan oleh “belalang-belalang” itu perintah menahan diri “telah diberikan supaya tidak mereka membunuh” (Wahyu 9 : 5) siapa pun, tugas mereka sebaliknya ialah melukai “hanya orang-orang itu yang tidak memiliki meterai Allah di dahi mereka.” Ayat 4. Karena alasan ini, dan juga sebuah alasan yang sebelumnya, maka “belalang-belalang” itu tidak mungkin melambangkan para pengikut Muhammad atau pun sesuatu agen Setan yang lain.
Kalau saja orang-orang Kristen itu tidak diberi tahu “bahwa mereka tidak boleh membunuh,” maka dengan sendirinya mereka tidak akan tahu bahwa mereka sedang memasuki periode masa kasihan, sehingga dengan demikian itu mereka akan mengikuti teladan bangsa Yahudi pada waktu sebagai sebuah pemerintahan theocracy diwajibkan untuk melaksanakan perintah-perintah Allah, mereka telah diperintahkan untuk membunuh dan mengusir keluar dari tanah negeri itu (seperti yang diungkapkan oleh tiga trompet yang pertama) orang-orang yang telah meninggalkan Dia maupun orang-orang yang tidak mengakui Dia sebagai satu-satunya Allah yang benar. Tetapi perintahNya kepada belalang-belalang itu “bahwa mereka tidak boleh membunuh,” mengukuhkan suatu perubahan yang berarti dalam hubungan umatNya dengan musuh-musuhNya. Prinsip utama tentang tidak membalas yang diajarkan dalam perubahan ini diucapkan Kristus dalam khotbahNya di atas gunung sebagai berikut:
“Kamu telah dengar, bahwa telah dikatakan, mata ganti mata, dan gigi ganti gigi; tetapi Aku mengatakan kepadamu, Bahwa janganlah kamu melawan kejahatan, melainkan barangsiapa menampar pipi kananmu, berilah kepadanya pipi yang sebelah lagi.” (Matius 5 : 38, 39).
Mengkhotbahkan Kristus dan Dia yang tersalib merupakan sebuah cawan yang pahit untuk diminum bagi mereka yang membenci Dia dan umatNya, karena mereka itu mencintai dosa dan meremehkan teguran. Akibatnya orang-orang Kristen telah menjadi suatu gangguan dan kejengkelan besar bagi penentang-penentang mereka. Sesungguhnya, sama seperti halnya Alkitab Wasiat Lama dan Baru, “dua saksi” itu, yaitu “dua pohon zaitun” itu, — “dua nabi itu” (Wahyu 11 : 3, 10), — telah menjadi suatu penyiksaan besar bagi orang-orang jahat selama “ernpat puluh dua bulan” itu (Wahyu 11 : 2), maka demikian itu pula belalang-belalang itu telah menjadi penyiksaan yang sedemikian besarnya karena menghotbahkan Injil sehingga baik orang-orang Yahudi maupun orang-orang Romawi telah menganiaya dan membunuh mereka sebanyak- banyaknya selama waktu yang diijinkan, sehingga demikianlah menggenapi “celaka yang pertama.”
Bayangkanlah sejenak berapa banyak orang yang telah bertobat pada hari Pantekosta saja — “kurang lebih tiga ribu jiwa!” Dan menyusul hari itu “Tuhan telah menambahkan setiap hari kepada sidang sekian banyak yang akan diselamatkan!” (Kisah Rasul-Rasul 2 : 41, 47). Peningkatan angka-angka besar yang secara tiba-tiba ini di antara orang-orang Kristen, setelah penyaliban itu, memperlihatkan mereka itu datang menyerbu bagaikan “belalang-belalang.”
Kemudian juga, bahwa belalang-belalang tidak mungkin ditakut-takuti ataupun dibuat untuk mempertahankan dirinya dengan sesuatu ancaman apapun. Juga tidak terdapat di dalam hati orang sesuatu perasaan susah ataupun sayang terhadap mereka, walaupun mereka terus dibunuh dengan sedemikian kejamnya. Tetapi pun mereka tidak dapat dibasmikan sama sekali oleh tangan manusia. Karena alasan-alasan inilah, maka belalang-belalang itu telah merupakan lambang yang tepat bagi keberanian yang tak dapat dikalahkan dan kelemah-lembutan dari orang-orang Kristen yang mula-mula dalam menghadapi penindasan-penindasan kejam atas diri mereka oleh musuh-musuh mereka yang tidak berperasaan itu, dan dari hal tidak mungkinnya musuh-musuh mereka itu mengupayakan penghapusan orang-orang Kristen.
Wahyu 9 : 7 bagian pertama: “Maka bentuk-bentuk belalang-belalang itu adalah bagaikan kuda yang siap untuk berperang.”
Kuda siap untuk perang karena dilatih dengan baik, suatu kenyataan yang dalam kaitan ini secara jelas menunjukkan, bahwa orang-orang Kristen yang mula-mula itu maju terus dengan pekabarannya secara cepat dan tangkas bagaikan kuda di dalam barisan perang.
Wahyu 9 : 7 bagian kedua: “Dan diatas kepalanya ada seperti mahkota yang bagaikan emas.”
Sedemikian jelasnya sehingga tidak memerlukan interpretasi lagi, bahwa belalang-belalang itu memiliki “mahkota-mahkota keemasan” menunjukkan mereka itu dilengkapi dengan kekuasaan yang murni dan sempurna: kekuasaan Kristus. Dan sedemikian inilah secara tersendiri para anggota dari sidang Kristen yang mula-mula telah dibekali. Kristus telah memberikannya kepada mereka dalam keterlibatanNya sebagai berikut:
“Aku akan memberikan kepadamu kunci-kunci kerajaan sorga; maka apapun yang kamu ikat di bumi, ia itu akan terikat juga di sorga, dan apapun yang kamu lepaskan di bumi, ia itu akan dilepaskan juga di sorga.” (Matius 16 : 19).
Wahyu 9 : 7 bagian ketiga: “Dan wajah mereka itu adalah seperti wajah orang-orang laki-laki (men).”
Perhatikanlah bahwa belalang-belalang itu memiliki rupa wajah orang-orang laki-Iaki, melambangkan kecerdasan, namun tandailah dengan teliti, bahwa mereka itu adalah kaum pria. Kalau sekiranya mereka itu kaum wanita, maka lambang itu sudah akan salah, karena rupa wajah wanita tidak pantas untuk menunjukkan seorang prajurit.
Wahyu 9 : 8 bagian pertama: “Dan mereka itu berambut seperti rambut kaum wanita.”
Rambut seorang wanita merupakan kemuliaannya (1 Korinthi 11 : 15), dan karena “wanita” melambangkan sidang (Yeremiah 6 : 2), maka rambut wanita itu menunjukkan, bahwa “belalang-belalang” itu berhubungan erat dengan sidang, dan bahwa sidang itu adalah kemuliaan mereka. “Sehingga kami sendiri,” demikian kata Paulus, “merasa m u I i a dalam kamu di dalam s i d a n g – s i d a n g Allah, karena kesabaranmu dan iman dalam semua aniaya dan kesusahan yang kamu alami.” (2 Tesalonika 1 : 4).
Wahyu 9 : 8 bagian kedua: “Dan gigi mereka itu adalah seperti gigi-gigi singa.”
Walaupun singa adalah binatang yang sangat menakutkan dari pada binatang-binatang lainnya, namun andaikata ia tidak bergigi, maka ia tidak akan lebih ditakuti dari pada anjing. Adanya belalang-belalang itu memiliki gigi-gigi singa menunjukkan, bahwa orang-orang Kristen yang mula-mula itu memiliki potensi kekuatan yang jauh lebih besar untuk mempertahankan dirinya dan untuk membunuh setiap binatang (orang) yang bukan dari jenisnya (seorang Kristen) dari pada yang dimiliki oleh orang-orang Israel kuno melawan orang-orang kapir pada zaman mereka itu. Karena alasan inilah, maka perlu diperintahkan kepada “belalang-belalang” itu supaya jangan membunuh.
Suatu pameran mengenai kekuasaan itu yang dimiliki mereka terlihat pada nasib pengalaman Ananias dan Sapphira yang segera dalam sekejap mata telah jatuh mati di kaki Petrus, segera setelah rasul itu mengungkapkan dosa penipuan mereka (Kisah Rasul-rasul 5 : 1 – 11). Jadi jelaslah, bahwa jika Petrus, tanpa menggunakan kekuatannya sendiri, telah memiliki cukup kuasa untuk membinasakan orang-orang munafik yang datang ke hadapannya, maka tentu sekali ia telah memiliki kuasa yang sama untuk membinasakan orang-orang kapir yang berusaha menghalangi kemajuan pekerjaan Injil.
Wahyu 9 : 9 bagian pertama: “Dan pelindung dada mereka itu bagaikan pelindung dada dari besi.”
Pelindung dada dalam pengertian Alkitab ialah “iman dan kasih” (1 Tesalonika 5 : 8) — yaitu satu-satunya pertahanan diri orang-orang Kristen. Dan pelindung dada-pelindung dada dari belalang-belalang itu adalah “bagaikan pelindung dada yang dari besi,” yaitu logam yang terkenal keras. Oleh sebab itu, maka iman dari para prajurit salib yang gagah berani itu adalah sedemikian rupa tak terkalahkan, dan kasih mereka bagi Kristus dan bagi umatNya begitu murni dan tak tertandingi, sehingga “sehari-harinya” di dalam kaabah dan di dalam setiap rumah tak henti-hentinya mereka mengajar dan menghotbahkan Yesus Kristus (Kisah Rasul-Rasul 5 : 42), walaupun karena berbuat sedemikian itu mereka dibunuh bagaikan belalang-belalang. Betapa mencolok bedanya di antara para pahlawan budak-budak Kristus yang penuh kasih itu dengan orang-orang Kristen yang mengaku setia zaman sekarang!
Wahyu 9 : 9 bagian kedua: “Dan bunyi sayap-sayap mereka itu adalah bagaikan bunyi kereta-kereta dari banyak kuda yang berlari-lari hendak berperang.”
Sebagaimana yang dilihat sedemikian jauh, maka simbol-simbol dari trompet yang kelima itu menunjukkan, bahwa walaupun murid-murid yang mula-mula itu telah dianiaya dan dibunuh dengan kejamnya, namun mereka secara terbuka dan tanpa gentar sedikit pun telah menyerbu ke dalam garis pertempuran untuk memberitakan Injil Kristus. Maka dalam memberikan suatu contoh pribadi dari hal usaha-usaha mereka yang berani Paulus mengatakan sebagai berikut: “Dari pada segala perkara yang berfaedah bagimu tiada satu pun yang ku sembunyikan, melainkan telah ku tunjukkan kepadamu, dan telah ku ajarkan kepadamu secara terbuka, dan dari rumah ke rumah, sambil membuktikan kepada orang-orang Yahudi dan juga kepada orang-orang Gerika ….. tanpa mengetahui apa saja yang akan kelak menimpa diriku.” (Kisah Rasul-Rasul 20 : 20 – 22).
Berapa banyakkah murid-murid Kristus zaman ini yang secara sadar mau mengambil resiko hidupnya bagi pemberitaan Injil? Bahkan dalam masa damai pun kebanyakan orang-orang Kristen lebih suka mengutus pengabar Injil untuk melaksanakan tugas yang dipanggil Tuhan dari pada mereka sendiri pergi melaksanakannya.
Cara melayani sedemikian ini, baik oleh memberi kuasa kepada orang lain, ataupun karena diganti orang lain untuk melaksanakannya, membuktikan bahwa mereka itu adalah bagaikan burung elang malam yang bertelur di sarang kepunyaan burung lain lalu membiarkan telur-telurnya itu dierami sampai menetas dan dipelihara oleh burung lain. Bahkan sebagian orang, karena kebodohan mereka terhadap kebesaran Kristus dan terhadap kuasaNya untuk melindungi, dan karena kebutaan mereka akan tugas kewajibannya dan terhadap “upah penghargaan,” maka mereka bahkan secara terang-terangan merasa malu untuk mengakui Dia dalam kata-kata dan dalam perbuatan.
(Wahyu 9 : 10 akan dijelaskan sesudah ayat yang ke-11).
Wahyu 9 : 11 berbunyi: “Maka mereka itu memiliki seorang raja yang berkuasa atas mereka, yaitu malaikat dari lubang yang tak terduga dalamnya itu, namanya dalam bahasa Iberani adalah Abaddon, tetapi dalam bahasa Gerika namanya Apollyon.”
Orang-orang Kristen yang sejati, sebagai rakyat dari kerajaan Kristus, memiliki atas diri mereka itu Kristus sebagai Rajanya. Karena la memerintah atas mereka itu baik dalam sejarah Wasiat Lama (1 Korinthi 10 : 1 – 4) maupun dalam seiarah Wasiat Baru, maka la adalah Raja atas mereka itu dalam kedua periode sejarah itu. Dengan sendirinya Alkitab Wasiat Lama memberikan kepadaNya nama Abaddon, karena aslinya telah ditulis dalam bahasa Iberani. Sebaliknya Alkitab Wasiat Baru memberikan kepadaNya nama Apollyon, karena aslinya telah ditulis dalam bahasa Gerika.
Dalam terang dari simbol ini yang memperluas penerangan dari keseluruhan rangkaian simbol-simbol itu, yang mana simbol ini sendiri merupakan sebagiannya, dan yang tidak satupun pikiran manusia dapat merencanakan atau pun mengartikannya dengan benar sedemikian itu, maka Kristus jelas terlihat merupakan Raja dari umatNya, baik dalam sejarah Wasiat Lama maupun dalam sejarah Wasiat Baru, dan la juga adalah Pencipta dari Injil baik dalam bahasa Iberani maupun dalam bahasa Gerika. Maka dari kenyataan ini dapatlah diikuti, bahwa karena la itulah “Firman” (Alkitab dalam bentuk manusia), maka nama IberaniNya, Abaddon, juga adalah nama dari Alkitab Wasiat Lama, dan nama GerikaNya, Apollyon, juga adalah nama dari Alkitab Wasiat Baru.
Menunjukkan bahwa ia mengenal kekuasaan Kristus atas sidang-Nya bukan hanya dalam sejarah Wasiat Baru melainkan juga dalam sejarah Wasiat Lama, maka Paulus di dalam suratnya kepada orang-orang Korinthi mengatakan sebagai berikut: “Maka bukannya aku suka agar kamu tidak tahu, hai Saudara-Saudaraku, bagaimana semua nenek moyang kita itu telah ….. dibaptis di dalam awan dan di dalam laut bagi Musa: ….. dan sekaliannya telah minum minuman rohani yang sama; karena mereka itu telah minum dari Batu Karang rohani itu yang mengikuti mereka, maka Batu Karang itu ialah Kristus.” (1 Korinthi 10 : 1 – 4).
Celakalah dia yang menerima Wasiat yang satu tetapi mengesampingkan Wasiat yang lainnya. Satupun tiada yang diperhatikannya, melainkan ia menjunjung tinggi adat kebiasaan di atas kedua-duanya.
Abaddon, nama Kristus dalam bahasa Iberani, yang mengartikan Dia sebagai seorang “pembinasa,” menunjukkan bahwa dalam sejarah Wasiat Lama la hanya membinasakan banyak dari musuh-musuhNya, tetapi Apollyon, namaNya dalam bahasa Gerika, yang mengartikan Dia sebagai seorang “pembasmi,” menunjukkan bahwa dalam sejarah Wasiat Baru la akan membasmi semua orang jahat. (Betapa indahnya ketepatan dari arti tambahan dalam gelar-gelar simbolis ini!) Maka perbuatan pembasmian ini secara jelas tergambar dalam puncak pemandangan berikut ini:
“Dan dari dalam mulutNya keluar sebuah pedang yang tajam, agar dengan pedang itu la boleh memalu segala bangsa; maka la akan memerintah mereka itu dengan sebuah tongkat besi; dan la mengirik-irikkan anggur kekejaman dan murka Allah yang Maha Tinggi. Maka adalah pada jubahNya dan pada pahanya tertulis suatu nama, yaitu RAJA ATAS SEGALA RAJA, DAN TUHAN ATAS SEGALA TUAN. Maka aku tampak seorang malaikat berdiri di dalam matahari; maka berserulah ia dengan suara besar, katanya kepada semua unggas yang beterbangan di tengah langit: Marilah dan berhimpunlah kamu kepada perjamuan Allah yang besar, agar dapat kamu makan daging segala raja, dan daging panglima-panglima, dan daging dari pada orang-orang perkasa, dan daging segala kuda, dan daging mereka yang menungganginya, dan daging segala manusia baik yang merdeka maupun yang tertawan, baik kecil maupun besar.” (Wahyu 19 : 15 – 18).
Oleh karena itu, bagi mereka yang menyambut Kristus sebagai Rajanya, la adalah Juruselamat, sebaliknya bagi mereka yang menolak Dia memerintah atas mereka itu (Lukas 19 : 14), la adalah seorang pembinasa. Jadi, sesuai dengan itulah segala kutuk, atau hukuman-hukuman (seperti yang diungkapkan oleh trompet-trompet itu) akan menimpa semua orang yang menolak ajaran-ajaran dan kekuasaan Alkitab, dan yang karenanya tidak memperoleh meterai.
Bukti-bukti yang nyata ini dengan serius menasehatkan kepada kita supaya jangan sekali melalaikan amaran Alkitab, karena tindakan kita terhadap Alkitab itu akan mengakibatkan salah satu dari dua hal berikut ini — yaitu kematian atau kehidupan.
Wahyu 9 : 10 bagian pertama. “Dan sekaliannya itu mempunyai ekor seperti kalajengking, dan ekor-ekornya itu bersengat.”
Sudah kita lihat, bahwa “belalang-belalang” itu adalah melambangkan prajurit-prajurit salib Kristus. Kita mengetahui, bahwa ekor dari sesuatu binatang adalah bagian yang terbelakang dari tubuhnya. Dengan kata lain, itu adalah pengawal belakangnya. Dengan demikian tak ada pilihan lain, terkecuali menyimpulkan bahwa ekor belalang-belalang itu melambangkan pengawal-pengawal belakang sidang — yaitu para pengikutnya. Selanjutnya, ekor merupakan bagian yang berkaitan dengan tubuh, menunjukkan bahwa baik pihak kependetaan maupun pihak keanggotaan dari sidang Kristen yang mula-mula itu adalah terikat erat dalam Kristus (Rum 12 : 5), masing-masing saling membantu. Demikianlah yang terbaca dari catatan berikut ini: “Karena seberapa banyak orang yang memiliki tanah atau rumah-rumah, sekalian itu dijualnya, lalu harga barang-barang yang terjual itu dibawa dan diletakkan di kaki para rasul: kemudian telah dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan kebutuhannya.” (Kisah Segala Rasul 4 : 34, 35).
Wahyu 9 : 10 bagian kedua: “Dan ekor-ekornya itu bersengat”.
Karena ekor belalang-belalang itu melambangkan orang-orang yang ditobatkannya, lalu pada waktu yang sama juga memiliki sengat, maka jelaslah, segera setelah murid-murid itu dimahkotai dengan agama Kristus segeralah terdapat suatu sengat, suatu penyiksaan, terhadap orang-orang jahat. “Apa yang hendak kita lakukan terhadap orang-orang ini,” demikianlah seruan mereka sebagai akibat putus asa, “karena benar-benar suatu tanda ajaib yang nyata telah diperbuat mereka, telah disebarluaskan kepada semua orang yang diam di Yerusalem; sehingga kita tak dapat menyangkalnya. Tetapi supaya ia itu tidak tersebar lebih jauh lagi di antara orang banyak itu, maka marilah kita mengancam mereka dengan tegas, supaya mulai sekarang mereka tidak lagi berbicara kepada siapapun dengan nama ini. Mereka lalu memanggil keduanya, dan rnemerintahkan kepada mereka agar sama sekali tidak lagi membicarakan atau mengajar dalam nama Yesus,” karena “seisi dunia sudah pergi mengikut Dia.” (Kisah Rasul-RasuI 4 : 16 – 18; Yahya 12 : 19).
Wahyu 9 : 5, 6: “Maka telah dipesankan kepada mereka supaya jangan mereka membunuh akan mereka itu, melainkan agar mereka itu disiksa lima bulan lamanya; ….. maka pada masa itu orang akan kelak mencari mati, tetapi tiada dapat; dan suka mereka itu akan mati, tetapi kematian akan lari dari mereka.”
Melihat bahwa “belalang-belalang” itu melambangkan pengikut-pengikut Kristus sesudah penyalibanNya, dan karena mereka itu diperintahkan untuk tidak melawan musuh-musuhnya, maka karena itulah “lima bulan” itu dimulai sejak itu. Dan selanjutnya, karena kematian ternyata belum lari dari setiap orang, melainkan masih menguasai semua orang, maka tentunya “lima bulan” itu adalah waktu simbolis, dan ia itu dimulai sejak dari penyaliban Kristus sampai kepada sesuatu saat bilamana “kematian akan lari” dari sebagian manusia; yaitu, sampai kepada masanya apabila sebagian orang akan menjadi kebal terhadap kematian.
Wahyu 9 : 10 bagian ketiga: “Dan kemampuan mereka itu ialah untuk menyakiti manusia lima bulan lamanya.”
Juga karena kenyataan, bahwa trompet-trompet itu adalah bersifat lambang, maka ini pun merupakan bukti yang lain, bahwa lima bulan ini pun adalah waktu simbolis. Tetapi mengapakah masa periode ini dalam mana belalang-belalang itu, atau orang-orang Kristen itu, memiliki kuasa untuk menyiksa manusia, harus dibatasi kepada hanya “lima bulan?” Dapatlah dicatat bahwa mereka yang 144.000 itu disebut “buah-buah pertama,” menunjukkan bahwa mereka itu dimeteraikan pada permulaan dari “masa penuaian” — yaitu masa dimulainya pemisahan “lalang-lalang” dari pada “gandum.” Jadi, kepada perumpamaan mengenai “penuaian” itulah kita harus pergi mencarikan penjelasan dari hal masa periode “lima bulan” itu.
Di dalam buku Traktat No. 3 yang berjudul “Penuaian”, semenjak dari saat Kristus dibaptis sampai kepada berakhirnya masa kasihan terlihat dilukiskan oleh dua belas bulan simbolis — enam bulan terhitung semenjak dari baptisan Kristus sampai kepada penyalibanNya, lima bulan semenjak dari penyalibanNya sampai kepada pengumpulan buah-buah pertama itu (mereka yang 144.000 itu — Wahyu 14 : 4), sisanya satu bulan bagi pengumpulan buah-buah kedua (rombongan besar orang-orang – Wahyu 7 : 9).
Selama lima bulan simbolis itu “belalang-belalang” itu diperintahkan menyiksa orang-orang yang tidak memiliki meterai Allah, tetapi tidak boleh membunuhnya. Dari perintah ini diketahui, bahwa sesudah masa periode ini berakhir larangan membunuh itu pun akan berakhir, maka semenjak dari saat itu dan seterusnya orang-orang jahat akan dibunuh dan bukan hanya disiksa. Pada masa itu “empat malaikat” dari Wahyu 9 : 15 sudah akan siap “untuk membantai sepertiga bagian dari umat manusia.”
Sekian banyak fakta-fakta yang berkaitan ini menyajikan suatu rantai kenyataan yang kokoh, bahwa dalam sejarah Kristen, selama masa periode lima bulan simbolis itu Allah telah menangguhkan pembalasanNya diganti dengan kemurahan. Dan karena itulah tak dapat dipungkiri, bahwa orang-orang Kristen yang sedemikian karena mereka melaksanakan hukuman mati terhadap orang-orang yang tidak sepaham dengannya, gantinya mereka itu bekerja bagi Kristus mereka malahan bekerja menentangNya. Karena sebagai orang-orang Kristen (belalang-belalang), mereka diperintahkan untuk tidak membunuh, melainkan mengucapkan berkat bahkan kepada orang-orang yang menista mereka itu. Sesungguhnya, bagi dia yang menampar mereka itu pada “pipi yang satu”, mereka harus memberi pula pipi “yang lainnya.” Dan jika ia menarik membuang “mantel” mereka, mereka harus membiarkan “baju”nya juga ditarik.” (Lukas 6 : 28, 29).
Setelah lima bulan simbolis yang penuh larangan itu lewat selama mana mereka telah dilarang membunuh, maka kemudian sebagian mereka akan dibuat menjadi kebal terhadap kematian bagi penyelesaian pekerjaan Injil, sehingga demi melaksanakan tanggung jawab mereka, jika perlu mereka lebih
32 total, 1 views today