PERISTIWA-PERISTIWA YANG AKAN JADI MENJELANG TEROMPET YANG KETUJUH BERBUNYI – Wahyu pasal 10.
<< Go Back


P e r i s t i w a  –  P e r i s t i w a 

Y a n g  A k a n  J a d i
M e n j e l a n g  T r o m p e t  Y a n g 

K e t u j u h  B e r b u n y i

 
(Wahyu Pasal 10)

 

Wahyu 10 : 1 – 3, 8 – 10 berbunyi: “Maka aku tampak seorang malaikat perkasa lainnya turun dari langit, berjubahkan awan, dan suatu pelangi terdapat di atas kepalanya, dan mukanya seperti matahari, dan kaki-kakinya seperti tiang-tiang api; maka di dalam tangannya ia memiliki sebuah kitab kecil yang terbuka; dan kaki kanannya berpijak di laut, dan kaki kirinya berpijak di darat, dan ia berteriak dengan suara besar seperti apabila singa berteriak:

“Adapun suara yang sudah kudengar dari langit itu bertutur lagi kepadaku, dan katanya: ‘Pergilah dan ambillah kitab kecil yang terbuka di dalam tangan malaikat yang berpijak di laut dan di darat itu.’ Lalu pergilah aku kepada malaikat itu sambil berkata kepadanya: ‘Berilah kiranya aku kitab kecil itu.’ Maka katanya kepadaku: ‘Ambillah dia, dan makanlah semuanya, maka ia itu akan memahitkan perutmu, tetapi di daIam mulutmu ia akan terasa manis seperti air madu.’ Maka kuambil kitab kecil itu dari pada tangan maIaikat itu, laIu kumakan semuanya; maka di mulutku manisnya seperti madu, tetapi segera setelah kumakan perutku berasa pahit.”

(Kami telah mengabaikan ayat 4, karena ayat itu membicarakan tujuh guntur, dari hal suatu masalah yang telah diperintahkan kepada Yahya supaya tidak ditulis, dan yang tetap tak terungkapkan sampai hari ini.)

“Malaikat perkasa” ini, yaitu dia yang “memijakkan kaki kanannya di laut dan kaki kirinya di darat,” dan yang menginstruksikan kepada Yahya supaya memakan kitab itu, sudah lama dipahami melambangkan pekabaran yang diberitakan baik di darat maupun di laut, di seluruh dunia, oleh William Miller dan pembantu-pembantunya, yang dimulai dalam tahun 1831 Tarikh Masehi. (The Great Controversy, halaman 331) dan yang mencapai puncaknya pada kekecewaan besar tahun 1844. (Masalah ini diuraikan selengkapnya di dalam buku Traktat No. 6 yang berjudul: MENGAPA BINASA?)

Kegembiraan yang berlebihan yang memikat pikiran secara mendalam bahwa Kristus akan datang dalam musim gugur tahun 1844, yang telah menguasai orang-orang percaya pada waktu itu, benar-benar adalah “manis seperti madu” bagi mereka. Tetapi setelah jam yang dirindukan yang dinanti-nantikan itu tiba, dan gagal memenuhi harapan mereka yang meluap-Iuap itu, maka harapan yang manis itu telah berbalik menjadi kekecewaan yang “pahit.” Demikian hal itu terjadi bukan hanya karena mereka harus lebih lama lagi tinggal di bumi yang terkutuk dan tak beruntung ini, yaitu bumi yang penuh dosa dan kesengsaraan kematian, gantinya memasuki suatu tanah di mana “tidak ada lagi kematian, atau kesukaran, atau tangisan ……. atau pun sesuatu keluhan” (Wahyu 21 : 4), melainkan juga karena mereka telah diolok-olok oleh rombongan besar orang jahat yang membenci akan pendapat bahwa dunia pada waktunya akan sampai kepada ajalnya.

Dalam kegembiraan harapan yang besar dan kekecewaan yang pahit ini genaplah ramalan yang berbunyi: “ia itu di dalam mulutku manis seperti air madu, tetapi segera setelah ku makan dia, maka perutku berasa pahit.” (Wahyu 10 : 10).

Wahyu pasal 10 ayat 10, sebagaimana kita saksikan, telah membawa kita kembali kepada kekecewaan besar dalam tahun 1844. Juga kita saksikan bahwa ayat 10 dan ayat 11 adalah berangkai. Oleh sebab itu jelaslah, bahwa ayat 11 itu tak dapat tiada akan membawa kita terus ke peristiwa besar yang berikutnya yang akan jadi, dan yang akan membawakan terang, harapan, dan kebesaran hati kepada sidang Allah yang kecewa di waktu itu. Yahya mengatakan, dari hal ramalan malaikat itu mengenai apa yang akan menyusuI sebagai berikut:

Wahyu 10 : 11 berbunyi: “Lalu katanya kepadaku: ‘Engkau harus bernubuat lagi dihadapan banyak kaum, dan bangsa-bangsa,dan bahasa-bahasa, dan raja-raja.”

Untuk membetulkan kekeliruan mereka terhadap Daniel 8 : 14 nubuatan Firman Allah menyatakan: “Engkau harus bernubuat lagi”; artinya, mengulangi lagi hotbah dari hal kedatangan Kristus ke bumi. Tetapi karena umatNya pada waktu itu sudah sangat kacau dan tidak mampu untuk menserasihkan kata-kata Firman, maka Allah telah mengutus ke tengah-tengah mereka itu seseorang, yaitu Ellen G. Harmon, yang berusia tujuh belas tahun, untuk menjadi jurubicaraNya kepada mereka. Kepadanya telah dikaruniakan sebuah khayal yang berkenan dengan kekecewaan besar itu dan pengumpulan buah-buah pertama, yaitu mereka yang 144.000 itu. (Lihat buku Early Writings, halaman 13 – 20).

Pada waktu itulah dipahami bahwa kata-kata, “tempat kesucian itu akan dibersihkan,” bukan dimaksudkan bahwa Kristus akan membersihkan bumi dalam tahun 1844, melainkan bahwa untuk menggenapi Daniel 7 : 9, 10, la akan membersihkan tempat kesucian sorga. Peristiwa inilah yang membuka meterai-meterai itu dan membunyikan trompet-trompet, dan yang sebagaimana telah kita saksikan, kepada Yahya telah diberitahukan bahwa ia itu akan jadi “kemudian.” (Lihat Wahyu pasal 4 dan pasal 5). Oleh memiliki faham ini, maka suatu kelompok kecil orang-orang percaya yang kemudian telah menamakan diri mereka “Seventh-day Adventists” telah mengorganisasikan diri dalam sebuah badan, lalu bergerak maju dengan penuh semangat dengan harapan untuk mengimpunkan “hamba-hamba Allah kita” (yaitu mereka yang 144.000 itu). Pekerjaan ini tampaknya bagi mereka merupakan suatu tugas yang besar sekali, dan tugas mereka ini telah menghadapi penghinaan dari segala pihak.

Pada waktu jumlah anggota-anggota sidang yang hidup yang sejak lama dicari-cari itu (144.000) pada akhirnya dicapai dalam tahun 1917, sedangkan dunia baharu hanya sebagian kecil yang dijamah oleh pekabaran, maka para pemimpin organisasi gereja menjadi bingung, namun hanya karena mereka gagal melihat akan kebenaran, bahwa ada terdapat di dalam “pukat” (sidang Injil) ikan yang baik maupun ikan yang jelek, sesuai yang diramalkan oleh Kristus sebagai berikut:

“Kerajaan sorga itu adalah seumpama sebuah pukat yang dilabuhkan orang di laut, lalu mengumpulkan berjenis-jenis ikan, yang setelah penuh (setelah jumlah yang diharapkan dicapai), lalu ditarik orang naik ke pantai, lalu mereka itu duduk, lalu dihimpunkannya yang baik ke dalam bakul-bakul, tetapi yang tidak baik itu dibuangkannya.” (Matius 13 : 47, 48).

Akibatnya mereka mulai ragu-ragu dan mempermasalahkannya, lalu dengan berbagai cara mereka menghilangkan semua pendirian mereka yang semula baik mengenai jumlah angka orang-orang yang harus dihimpun itu maupun mengenai generasi yang akan menyaksikan akhir sejarah, sehingga sampai pada hari ini pokok masalah 144.000 itu bagi mereka telah menjadi salah satu dari pokok-pokok masalah Alkitab yang banyak diperdebatkan dan sangat membingungkan.

Tetapi kini pekabaran yang terdapat di dalam buku Tongkat Gembala mengungkapkan, bahwa 144.000 itu (mereka yang akan didapati tanpa tipu di mulutnya), yaitu jumlah hamba-hamba buah-buah pertama yang telah ditentukan untuk dimeteraikan di dalam sidang, mereka itu akan dipisahkan dari antara orang-orang yang tidak bertobat. Sehingga jumlah yang akan dimeteraikan akan jauh lebih kecil dari pada jumlah keanggotaan gereja. Dan ini secara menyedihkan mengingatkan kita, bahwa di dalam gereja terdapat banyak sekali “lalang”.

Karena maksud dan harapan yang tertinggi organisasi Masehi Advent Hari Ketujuh sejak mulanya ialah menghimpun mereka yang 144.000 itu, maka hendaknya masalah ini lebih dikenal mereka dari pada setiap pokok masalah yang lain, supaya mereka “siap selalu untuk memberikan jawaban kepada setiap orang yang menanyakan”  “alasan”  dari pada “harapan” yang terkandung di dalam mereka. (1 Petrus 3 : 15). Namun demikian, dengan sangat menyesal tidaklah demikian itu halnya. Mereka sebaliknya bahkan lebih tidak mengetahui apa dan siapa mereka yang 144.000 itu dari pada mungkin terhadap setiap kebenaran Alkitab yang terkenal lainnya. Bahkan yang lebih menyedihkan lagi, banyak dari guru-gurunya yang sedang menolak menyambut “ungkapan yang sangat mengejutkan” ini (Testimonies to Ministers, p. 445), mereka kini sedang terus menekankan, bahwa mengetahui akan pokok masalah itu adalah tidak penting bagi keselamatan jiwa mereka. Dan karena itulah mereka sedang mengatakan, bahwa mereka adalah “kaya, dan telah meningkat kekayaannya, sehingga tidak memerlukan apa-apa lagi,” sehingga dengan demikian berarti, bahwa Allah telah menempatkan suatu pokok masalah yang tidak penting di dalam Alkitab. Dengan demikian mereka sendiri menetapkan nasibnya untuk tetap tidak terkasihan (tidak bahagia), dan sengsara (susah), dan miskin (kekurangan kebenaran), dan buta (digelapkan). dan telanjang (tanpa kebenaran Kristus), sehingga dengan sendirinya menolak kata-kata yang berbunyi: “Aku menasehatkan kepadamu supaya membeli kepadaKu emas yang teruji di dalam api, supaya engkau kaya;  . . . . . .  dan supaya menggosok matamu dengan salp mata, supaya engkau boleh tampak.” (Wahyu 3 : 17, 18).

Dan bahkan lebih menyedihkan lagi, bahwa walaupun sesudah ditunjukkan dengan jelas kepada saudara-saudara kita, bahwa mereka yang 144.000 itu adalah hanya “buah-buah pertama”, dan bahwa buah-buah kedua masih harus dihimpun lagi, mereka tetap tidak mau menyadari, mereka tetap bersikeras berjalan mengikuti langkah-Iangkah berbahaya yang sejak semula telah membawa setiap pemimpin ke dalam lubang pada setiap pengungkapan suatu pekabaran baru.

Akibat kegagalan dengan sendirinya sebagai urutan berikutnya untuk memahami kenyataan, bahwa “malaikat itu” mengatakan, “engkau harus bernubuat lagi ke hadapan banyak umat, dan bangsa-bangsa, dan bahasa-bahasa, dan raja-raja” (Wahyu 10 : 11), tetapi bukan ke hadapan s  e  m  u  a, maka mereka dengan buta terus menekankan, bahwa mereka bertugas dan bersedia untuk “bernubuat” ke hadapan s e- m u a; artinya, untuk menyelesaikan pekerjaan di seluruh dunia. Dan ini dilakukan walaupun dengan kondisi Laodikea mereka yang menyedihkan itu.

Lambang trompet itu kini telah menghantarkan kita kepada masa pengumpulan “buah-buah pertama” itu (144.000 itu). Buah-buah pertama menunjukkan akan adanya buah-buah yang kedua, karena dengan sendirinya tidak mungkin ada buah-buah pertama jika tidak ada yang kedua. Oleh sebab itu sebagaimana adanya suatu penugasan nubuatan bagi pengumpulan buah-buah pertama dari antara “banyak bangsa”, maka demikian itu pula harus terdapat suatu penugasan nubuatan bagi pengumpulan buah-buah kedua dari antara “semua bangsa.” Lagi pula karena terdapat suatu peristiwa dan suatu pekabaran penting pada permulaan pengumpulan “buah-buah pertama” itu dari antara banyak bangsa semenjak tahun 1844, maka demikian itu pula harus ada suatu peristiwa penting dan sebuah pekabaran yang menandai permulaan pengumpulan buah-buah kedua, yaitu rombongan besar orang banyak itu, dari antara segala bangsa. Keterangan yang masuk akal ini membawa kita kepada nubuatan Yesaya yang berbunyi:

“Karena oleh api dan oleh pedangNya Tuhan akan menghukum semua manusia; maka besarlah kelak pembunuhan Tuhan itu . . . . . Dan Aku akan mengutus orang-orang yang luput dari mereka itu kepada segala bangsa, yang belum pernah mendengar kemashyuran namaKu, yang juga belum pernah melihat kemuliaanKu; maka mereka akan memberitakan kemuliaanKu di antara bangsa-bangsa Kapir.” (Yesaya 66 :  16, 19).

Tindakan yang terdapat di dalam ayat 20 menunjukkan, bahwa pembunuhan di dalam ayat 16 itu menimbulkan pemisahan buah-buah pertama di dalam sidang. Memang benar, sekiranya bukan sidang yang mengalami pembantaian itu, maka orang-orang yang luput dari antaranya tidak akan diutus Allah kepada segala bangsa (orang-orang Kapir), karena mereka sendiri pun adalah orang-orang kapir, bukan orang-orang Kristen, dan Tuhan tidak mungkin mengutus orang kapir kepada orang kapir. Dan karena mereka yang luput itu harus pergi kepada bangsa-bangsa Kapir untuk memberitakan kemashuran namaNya kepada mereka, maka jelaslah pembantaian itu akan jadi sebelum masa kasihan berakhir, dan pembantaian itu tidak akan melukai orang-orang yang pada waktu itu belum mengenal kemashuran namaNya.

Yesaya 66 : 20 juga mengungkapkan, bahwa orang-orang yang lolos dari pembantaian Tuhan itu akan diutus, bukan kepada “banyak” melainkan kepada “semua bangsa.” Dan juga diungkapkannya, bahwa bukan hanya 144.000 jiwa yang dibawanya, melainkan mereka yang lolos itu akan menghantarkan “semua saudara-saudara mereka bagi suatu persembahan kepada Tuhan keluar dari segala bangsa dengan menunggang kuda, dan didalam kereta-kereta, dan di dalam onta yang berpelana, dan di atas bagal dan kuda sembarani, sampai ke bukit kesucianKu Yerusalem, demikianlah firman Tuhan, selaku bani Israel membawakan persembahan di dalam bejana yang suci ke dalam rumah Tuhan.” (Yesaya 66 : 20).

Wahyu 11 : 1 berbunyi: “Maka diberikan kepadaku sebuah buluh yang seperti tongkat; maka bangkit berdirilah malaikat itu mengatakan: ‘Bangkitlah dan ukurlah bait Allah itu, dan medzbah itu, dan mereka yang berbakti di dalamnya.”

Walaupun ayat yang terakhir (ayat 11) dari pasal 10 itu membawa kita kepada berdirinya organisasi Masehi Advent Hari Ketutuh, dan kepada penugasan untuk pergi kepada “banyak bangsa,” namun ia itu tidak mengungkapkan pekabaran yang harus diberitakan oleh organisasi gereja. Dengan demikian, maka pasal ke sebelas yang merupakan kelanjutan dari pasal yang kesepuluh tak dapat tiada akan mengungkapkannya.

Selama masa periode trompet yang keenam tidak terdapat satu pun kaabah yang nyata. Dengan demikian pengukuran (Wahyu 11 : 1) itu hanya dapat menunjuk kepada sebuah kaabah rohaniah yang terbentuk terdiri dari batu-batu yang hidup (orang-orang suci), seperti yang dilukiskan di dalam Epesus 2 : 20 – 22, atau kepada sebuah lambang dari kaabah samawi. Dalam setiap hal, maka kalimat, ‘Ukurlah . . . . . mereka yang berbakti di dalamnya,” tak dapat tiada secara simbolis berarti menghitung jumlah mereka, karena orang-orang yang berbakti bukanlah diukur melainkan dihitung jumlahnya. Melihat akan kenyataan ini, maka kita terpaksa menyimpulkan, jika tidak ditunjukkan sebaliknya, bahwa kaabah, medzbah, dan orang-orang yang berbakti itu, tak dapat tiada masing-masingnya melambangkan suatu kelas orang-orang percaya. Dan ketiga-tiganya harus dapat diukur (dihitung jumlahnya) sesudah kekecewaan besar dalam tahun 1844, dan selama masa pergerakan dari Masehi Advent Hari Ketujuh.

Mengingat bahwa di dalam terdapat anggota-anggota yang “baik” dan anggota-anggota yang “jelek”, maka jelaslah pengukuran atau penghitungan orang-orang yang berbakti ini adalah tak lain dari suatu pekerjaan pemeriksaan dan penilaian kesetiaan mereka terhadap kebenaran. Sebab itu, maka itulah suatu pekerjaan untuk mempertahankan di dalam buku-buku hanya nama-nama mereka yang bertahan sampai akhir dan yang terukur sesuai dengan standard ukuran penilaian — yaitu tabiat Kristus. Oleh sebab itu, maka tak dapat dibantah, bahwa pengukuran atau penghitungan itu menggambarkan pekerjaan dari suatu pemeriksaan hukum.

Dengan demikian ajaran mengenai pemeriksaan hukum, bersama-sama dengan ajaran mengenai pengumpulan dan penghitungan mereka yang 144.000 itu, merupakan kebenaran sekarang yang diperuntukkan kepada gereja Masehi Advent Hari Ketujuh di dalam tahun 1844. Dan kedua kebenaran besar ini sampai kepada tambahan pekabaran bagi zaman ini (Early Writings, p. 277), harus diberitakan oleh gereja Masehi Advent Hari Ketujuh” ke hadapan banyak umat, dan bangsa-bangsa, dan bahasa-bahasa, dan raja-raja.”

“Pemeriksaan hukum” memutuskan perkara-perkara dari mereka yang mengaku beriman kepada Allah, dan yang sebagai akibatnya nama-nama mereka telah terdaftar di dalam buku-buku (Daniel 7 : 10), tetapi sebagian dari mereka tidak bertahan sampai kepada akhirnya. Pemeriksaan hukum itu menentukan nama-nama mana yang akan dipertahankan dan mana yang harus dihapus. Dengan demikian bukan sampai pemeriksaan itu selesai, tempat kesucian dibersihkan dari para anggota yang tidak patut, buku-buku akan menunjukkan jumlah angka nama-nama yang tepat yang akan dipertahankan dan dianggap pantas bagi hidup yang kekal.

Tetapi bagian yang terpenting dari pekerjaan ini bukannya penghitungan melainkan pemisahan — yaitu duduknya sidang pengadilan itu untuk mengumpulkan, secara kiasan, “yang baik ke dalam keranjang, tetapi yang jelek dibuang” dari “pukat” (Matius 13 : 48), yang berisikan orang-orang mati semenjak dari zaman Adam sampai kepada tahun 1844, apabila pukat itu kembali dicampakkan untuk menangkap 144.000 orang-orang suci yang hidup itu.

Pemeriksaan hukum terhadap orang-orang mati dengan sendirinya terjadi di dalam kaabah sorga saja, tetapi sebaliknya pemeriksaan hukum terhadap orang-orang hidup akan jadi baik di dalam kaabah sorga maupun di dalam kaabah di bumi. Sementara catatan-catatan disusun bagi buku-buku di dalam kaabah sorga, maka orang-orang terus diperiksa bagi pemisahan di dalam kaabah di bumi (Matius 22 : 11 – 13). (Lihat Maleakhi 3 : 1 – 3). Dan karena pengukuran itu adalah melambangkan pekerjaan yang sama, maka ia itu membawa kepada kesimpulan, bahwa “kaabah”, “medzbah”, dan “mereka yang berbakti di dalamnya itu” tak dapat tiada secara simbolis melambangkan tiga kelas orang-orang yang akan diadili.

Kaabah dan medzbah, yaitu benda-benda mati, tak dapat tiada menunjukkan sifat dari dua kelas orang-orang suci yang tak bernyawa — yaitu dua kelas orang-orang suci yang sudah mati. Dan lagi, sebuah medzbah jelas tidak mungkin dapat didirikan di dalam kaabah sebelum kaabah itu dibangun. Dan selanjutnya, dalam bentuk ia itu adalah jauh lebih kecil dari pada sebuah kaabah. Jadi, dengan sendirinya, ia itu melambangkan sebuah kelas orang-orang suci yang bukan saja datang sesudah mereka yang disifatkan oleh kaabah itu, melainkan juga yang jauh lebih kecil bandingannya.

Dengan demikian kaabah itu, sebagai benda yang pertama dan yang terbesar, harus melambangkan badan organisasi orang-orang benar yang sudah mati yang pertama dan terbesar, yaitu mereka semenjak dari zaman Adam sampai kepada permulaan pehukuman dalam tahun 1844. Sebaliknya medzbah, sebagai sebuah benda yang khusus dan lebih kecil, harus melambangkan sebuah badan organisasi orang-orang benar yang sudah mati yang khusus dan yang lebih kecil, yaitu orang-orang benar yang mati semenjak dari tahun 1844 dan seterusnya, dan yang akan bangkit dalam kebangkitan istimewa dari Daniel 12 : 2 (Early Writings, p. 285).

Mereka yang “berbakti di dalamnya” itu merupakan orang-orang suci yang hidup yang harus “diukur,” maka mereka itu akan hanya 144.000 itu saja — yaitu mereka yang harus dikumpulkan oleh organisasi gereja untuk diobahkan semenjak dari tahun 1844 yang lalu.

Wahyu 11 : 2 berbunyi: “Tetapi pekarangan yang di luar kaabah supaya dibiarkan, dan janganlah mengukur dia; karena ia itu diberikan kepada orang-orang Kapir; dan kota suci itu akan dipijak-pijak mereka empat puluh dua bulan lamanya.”

Tetapi mengapakah membiarkan pekarangan yang di luar itu? Mengapa tidak mengukurnya juga? Karena sebab pekarangan itu adalah sebagian dari bangunan gedung, maka ia itu pun tak dapat tiada melambangkan orang-orang suci. Sebab itu jelaslah ia itu melambangkan “perhimpunan besar orang-orang, yang tak seorangpun dapat menghitung (mengukur), yang berasal dari segala bangsa, dan segala suku, dan semua kaum, dan segala bahasa” (Wahyu 7 : 9) — yang terakhir yang datang dari antara bangsa-bangsa Kapir. “Pekarangan itu, dengan lain perkataan, adalah melambangkan penuaian buah-buah kedua yang tak terukur (tak terhitung jumlahnya) yang dibawa masuk sesudah penuaian buah-buah pertama yang terukur (terhitung jumlahnya) itu — yaitu mereka yang 144.000 itu. la itu tidak diukur (diperiksa), karena ia itu melambangkan orang-orang yang di antaranya tidak terdapat “yang jelek” untuk dibuang; karena mereka itu dihimpun sesudah penyucian kaabah yang di sorga (Daniel 8 : 14) — yaitu sesudah pehukuman terhadap orang-orang mati — sesudah pemisahan “yang jelek” dari antara “yang baik” di dalam sidang, sebagaimana yang dilukiskan oleh perumpamaan mengenai pukat (Matius 13 : 47, 48). Mereka adalah orang-orang yang disebut, “Umat-Ku” (Wahyu 18 : 4) yang akan dipanggil untuk keluar dari Babil, dan yang tidak terdapat seorang kulup pun di antara mereka (Yesaya 52 : 1), yang datang masuk ke dalam sidang Allah yang hidup dan yang sudah disucikan. (Bagi penjelasan yang lebih mendalam terhadap masalah pemeriksaan hukum ini, bacalah buku kami Traktat No. 3 yang berjudul P E N U A I A N).

“Empat puluh dua bulan itu” (dengan mengambil tiga puluh hari untuk sebulan, dan memperhitungkan sehari bagi setahun – Yeheskiel 4 : 6), melambangkan 1260 tahun masa periode nubuatan; yaitu tahun 538 TM sampai tahun 1798 TM. (Bacalah buku Tongkat Gembala, Jilid 2). “Orang-orang Kapir” yang disebut di sini ialah mereka yang menginjak-injak “di bawah telapak kakinya” “kota suci itu” (sidang), — suatu tindakan yang mengundang perhatian kita kepada ramalan Tuhan yang berkenan dengan nasib orang-orang suci selama masa periode empat puluh dua bulan ini sebagai berikut:

“Maka mereka itu (sidang) akan jatuh oleh sebab mata pedang, dan mereka akan dibawa pergi (dari tanah perjanjian itu) dengan tertawan ke dalam segala bangsa; maka Yerusalem akan dipijak-pijak oleh orang-orang Kapir, sampai genaplah segala masa orang-orang Kapir itu” (Lukas 21 : 24), yaitu saat apabila orang-orang Kapir itu akan keluar dari Yerusalem dan orang-orang Israel akan masuk ke dalamnya.

Pendudukan atas Tanah Perjanjian itu oleh orang-orang Kapir pada waktu ini telah dicontoh oleh pendudukan orang-orang Kapir dahulu atas tanah itu. Dan sewaktu orang-orang Israel kuno dahulu kembali dari Mesir menuju ke tanah perjanjian itu, maka genaplah segala masa orang-orang Kapir pada waktu itu. Demikian pula halnya di waktu ini apabila Israel contoh saingan, yaitu mereka 144.000 hamba-hamba Allah yang tidak bercacad cela itu akan dimeteraikan lalu dibawa ke Gunung Sion, untuk berdiri di sana bersama-sama dengan Anak Domba itu, maka “segala masa dari orang-orang Kapir” di zaman ini akan kelak genaplah sudah.

(Kami lewati Wahyu 11 : 3 – 12 dari pembicaraan ini, karena ayat-ayat ini dibicarakan di dalam buku Tongkat Gembala, Jilid 2, di dalam buku Traktat No. 2, yang berjudul Paradoks, dan di dalam buku The Great Controversy, pp. 286 – 288).

Wahyu 11 : 13 berbunyi: “Pada jam yang sama itu juga jadilah suatu gempa bumi yang besar, maka sepersepuluh bagian kota itu robohlah, dan di dalam gempa bumi itu terbunuh tujuh ribu orang; dan yang sisanya itu ketakutanlah, lalu memuliakan Allah yang di sorga.”

“Jam”, “gempa bumi”, “sepersepuluh bagian”, “kota itu”, “tujuh ribu” yang terbunuh, dan “yang sisa itu” tak dapat tiada harus mempertahankan kesempurnaan dari keseluruhan simbol trompet, sekaliannya itu sendiri pun adalah simbolis.

Setelah mencapai puncak peristiwa yang dilambangkan, maka mereka “yang sisa itu ketakutanlah, lalu mereka memuliakan Allah yang di sorga.” Tak ada lain terkecuali mereka yang “memeliharakan hukum-hukum Allah dan berpegang pada kesaksian Yesus Kristus” yang benar-benar dapat takut dan memuliakan Dia. Sesuai dengan itu dalam kaitannya sekarang ini mereka yang sisa itu tak dapat tiada melambangkan orang-orang benar, yaitu “gandum,” yang berada di dalam sebagian kota yang jatuh itu. Inilah yang membuat “tujuh ribu” yang terbunuh itu melambangkan orang-orang yang tidak benar, yaitu “Ialang-Ialang” yang terdapat di dalamnya. Oleh sebab itu, maka sepersepuluh bagian itu melambangkan Sidang yang pertama sekali disucikan — di dalam mana yang jelek, yaitu lalang dipisahkan dari yang baik, yaitu gandum. Jadi jelaslah, bahwa bagian kota itu yang sisanya dalam hal ini adalah melambangkan dunia Kristen yang sisanya – Dunia Kristen secara keseluruhan.

Dengan demikian “gempa bumi” itu terjadi bukan di seluruh Dunia Kristen, melainkan di seluruh sidang dari mana dipisahkan buah-buah pertama itu — mereka yang 144.000 itu. Dan karena gempa bumi adalah suatu kegoncangan, maka gempa yang satu ini adalah melambangkan suatu kegoncangan yang terjadi di dalam sidang.

Jauh di masa lalu oleh perantaraan Roh Nubuat (Early Writings, p. 270) gereja Masehi Advent Hari Ketujuh telah diberi amaran akan hal kegoncangan ini. Dan kini dalam grafik nubuatan yang ada sekarang dapatlah dilihat akibat bahayanya – yaitu kebinasaan semua orang yang tidak takut dan tidak memuliakan Allah. Dengan menghitung secara simbolis angka tujuh ribu, maka “pembunuhan-pembunuhan” ini di dalam sidang meliputi unsur itu yang tidak berkeluh kesah dan menangis karena segala kekejian (Yeheskiel 9 : 4), dan yang sebagai akibatnya gagal memperoleh tanda (Yeheskiel 9 : 4), atau meterai (Wahyu 7 : 3 – 8) penyambutan Allah. Semua yang membentuk kelas orang-orang ini akan ditumpas, meninggalkan mereka yang sisa, yaitu mereka yang “ketakutan” — orang-orang yang sudah berkeluh kesah dan menangis karena segala kekejian, dan yang sebagai akibatnya sudah memperoleh tanda atau meterai itu, dan lolos dari pembantaian itu. Inilah mereka yang “akan menyanyi bagi kebesaran Tuhan” (Yesaya 24 : 14) — “memuliakan Allah di sorga.”

Pasal 10 dan 11 dari Buku Wahyu meliputi suatu rangkaian peristiwa-peristiwa yang berbeda daripada peristiwa-peristiwa yang terdapat di dalam pasal 9. Ayat 13 dari pasal 11 itu menghantarkan kita hanya sampai kepada masa kegenapan dari pembubuhan tanda dan pembantaian (Yeheskiel 9) di dalam sidang, atau sampai kepada permulaan Seruan Keras dari Pekabaran Malaikat Yang Ketiga. Pasal 9, ayat 20 dan 21, membawa kita selanjutnya kepada selesainya pekerjaan Injil dan pengumpulan orang-orang suci, “Celaka yang kedua (trompet yang keenam) sudah berlalu; maka tengoklah, celaka yang ketiga itu datang dengan segeranya” (Wahyu 11 : 14) —

 

 35 total,  1 views today

 

<< Go Back

Start typing and press Enter to search

Shopping Cart