<< Go Back
MENGHINDARI BANYAK JERAT
Barangkali yang terkemuka di antara rombongan orang banyak yang terjerat selagi mereka berusaha dengan sekuat tenaganya untuk melarikan diri dari interpretasi Injil yang diilhami, adalah orang-orang yang fanatik, yang dari padanya terdapat sedikit dua kelas orang-orang: yang satu dengan kecenderungan untuk menterjemahkan secara literal (biasa); yang lainnya dengan kecenderungan untuk merohaniahkan.
Ambillah sebagai contoh ucapan Pewahyu yang berikut ini: ” ………. Aku tampak di bawah medzbah jiwa-jiwa dari mereka yang dibunuh karena Firman Allah, ………. maka mereka itu berteriak dengan suara keras, katanya, Berapa lamakah, ya Tuhan, yang suci dan benar, mengapakah tidak Engkau mengadili dan membalas darah kami?” Wahyu 6 : 9, 10.
Penterjemah literal di satu pihak akan menginterpretasikan firman ini dengan pengertian bahwa jiwa-jiwa itu sadar dan benar-benar berteriak, walaupun Alkitab secara tegas mengatakan bahwa “orang mati tidak lagi mengetahui apapun.” Alkatib 9 : 5. Dan, juga, sekiranya jiwa-jiwa yang berada di bawah medzbah itu benar-benar berteriak memohon pembalasan terhadap para pembunuh mereka, maka secara konsekwen ucapan Tuhan yang berbunyi: “suara dari darah adik lelakimu itu telah berseru kepada-Ku dari bumi” (Kejadian 4 : 10), dan ucapan yang mengatakan: “sekalian pohon kayu di padang akan menepuk tangannya” (Yesaya 55 : 12), juga harus diinterpretasikan secara literal, walaupun pada kenyataannya ia itu secara fisik adalah mustahil bagi darah untuk berteriak dan bagi pohon-pohon kayu untuk bertepuk tangan.
Jadi bagaimanapun juga, jika sekiranya semua orang dipaksa menerima bahwa darah Habel itu tidak mungkin secara literal berteriak, dan bahwa pohon-pohon kayu hanya dapat secara simbolis bertepuk tangan, maka sekali lagi supaya konsekwen, orang yang menganut interpretasi literal ekstrim itu hendaklah berpegang saja dengan mudah pada keadaan yang nyata bahwa “orang mati tidak mengetahui apa-apa,” dan bahwa mereka itu adalah “tidur” – dalam keadaan tak sadar. Ia pun harus dengan mudah melihat bahwa jiwa-jiwa orang-orang yang mati sahid itu berseru-seru menuntut pembalasan terhadap pembunuh-pembunuh mereka, dan bahwa darah Habel berteriak-teriak menuntut pembalasan terhadap pembunuhnya, adalah kasus-kasus yang sebenarnya sama baik kondisi maupun lingkungan. Keduanya ini menemui ilustrasinya yang tegas dalam ucapan kata-kata puisi berikut ini: “Ku dengar suatu suara yang berseru-seru, suara dari padang ladang yang melayu: Oh Tuhan, kasihanilah akan daku. Biarkanlah hujan turun dari langit. Puaskanlah oleh-Mu jiwaku yang penuh harap ini.”
Bagi jiwa seseorang untuk dipenjarakan secara sadar selama beratus-ratus tahun di bawah sesuatu, tanpa berbuat apa-apa selain merana dan merintih menantikan hari pagi kebangkitan itu, sementara itu terus berseru-seru memohon pembalasan atas mereka yang telah menumpahkan darah seseorang, —- betapa sengsara tak tergambarkan bagi jiwa seseorang untuk menderita demikian!
Walaupun demikian, ajaran mengenai keadaan orang-orang mati yang tidak sadar tidak saja menentramkan pikiran manusia yang bimbang, tetapi juga dianggap berasal dari kasih dan kemurahan Allah terhadap makhluk-makhluk manusia yang tak berdaya, sehingga dengan demikian merupakan satu-satunya pendirian terhadap masalah itu yang dapat membawa orang-orang berdosa untuk mencintai Allah secara rasional dan untuk menaruh harap pada-Nya.
Kepada orang yang di lain pihak secara bertentangan cenderung untuk merohaniahkan jiwa-jiwa, pembantaian, segala langit, bumi yang baru itu, dan lain-lainnya, —- baginya semua perkara ini sama sekali tidak memiliki kepribadian ataupun kenyataan. Maka apabila berkenan dengan ajaran mengenai pembantaian kepadanya ditanyakan dengan sederhana, ‘Pembantaian jenis apakah kelak pembantaian rohani itu?’, ia akan bingung untuk menjawabnya.
Bagi semua orang, dalam hubungan ini ada terdapat hanya satu keperluan utama: yaitu Roh Kebenaran, hanya Dialah yang berhak untuk menginterpretasikan seluruh Firman.
Penyebab kekacauan doktrin yang sangat umum di antara para penyelidik Alkitab terletak pada kelalaian mereka, yang sering sekali lalai meninjau sesuatu masalah dalam perspektif penuh dari pendapat penulisnya sendiri, —- suatu kelalaian yang akibatnya membuat mereka melihat masalah itu dari berbagai pendirian yang lain, sehingga bukannya berhasil tetapi bahkan lebih menyempitkan pandangan mereka terhadap maksud dari penulis masalah itu sendiri, sehingga mereka salah menafsirkannya. Dan jika sekiranya pendapat itu sejalan dengan kesukaan hati mereka, maka mereka kemudian membesar-besarkannya dan dengan penuh semangat mempromosikannya sebagai kebenaran. Tetapi jika sekiranya ia itu tidak sesuai dengan keinginan hati mereka, maka mereka dengan sekuat-kuatnya menentangnya, lalu kemudian mereka membiarkannya kepada tanggung jawab penulisnya sendiri.
Untuk menggambarkan suatu perolehan pengertian yang keliru terhadap sesuatu perkara yang berasal dari penglihatan yang keliru terhadapnya dapatlah diikuti sebagai berikut: Seorang anak kecil mengikuti ibunya ke suatu kebun binatang, dan ia belum pernah sebelumnya melihat burung merak. Secara tiba-tiba datanglah seekor merak dengan ekornya yang sepenuhnya terbuka terbentang sambil berjalan menjauhinya, sambil menciptakan dalam pemandangan matanya yang muda itu khayal dari sebuah kipas besar yang berjalan-jalan.
Dengan berdebar hatinya oleh khayal keajaiban yang di depan matanya itu berserulah ia dengan penuh gairah terhadap penglihatan itu, tetapi hanya untuk membuat ibunya mengecewakan dia dengan kata-kata jaminan yang mengecilkan hatinya, bahwa itu hanyalah seekor burung merak. Tetapi pada suatu kesempatan yang lain sewaktu ia mengikuti ayahnya ke kebun binatang itu, anak itu kembali melihat seekor burung merak, tetapi pada kali ini dilihatnya tepat dari depan burung itu yang menyajikan suatu penglihatan yang ternyata sama sekali baru dan berbeda. Secepatnya ia menoleh kepada ayahnya menanyakan beberapa pertanyaan keinginan hatinya, yang kemudian menceriterakan kepadanya bahwa itu adalah seekor burung merak.
Kemudian argumentasi dimulai, dengan bantahan anak kecil itu bahwa burung merak yang dilihat olehnya bersama-sama dengan ibunya itu tampaknya sama sekali tidak sama dengan burung merak yang satu ini. Maka karena tidak mampu untuk mempertemukan antara segi-segi pandangan yang luas dan segi-segi pandangan yang sempit dari perkara yang sama, apa yang ia lihat sekarang dari depan, atau pengertian yang utama, dan apa yang ia lihat sebelumnya dari belakang, atau pengertian yang asing, maka pikirannya mencari-cari ke sana-sini dalam kebingungan, bingung apakah harus mempercayai Ayah atau Ibu.
Demikianlah halnya dengan Alkitab apabila seseorang memandang pada suatu masalah dari sudut pendirian yang asing kepada penulis masalah itu. Ia akan menemukan ketidak-cocokan-ketidak-cocokan dengan pendirian yang dipegang oleh orang yang melihat masalah itu melalui penglihatan mata penulisnya sendiri. Akibatnya, untuk mempertahankan pendapat yang palsu yang berasal dari pengertiannya yang asing itu, maka ia dipimpin untuk menggunakan sumber-sumber dari luar, untuk menggunakan pendapat komentator yang satu dan yang lainnya, untuk menggunakan versi ini dan versi itu, untuk menggunakan berbagai alasan teknis dan imbuhan-imbuhan bahasa: dalam bahasa Gerika, dalam bahasa Ibrani, dalam bahasa ini dan itu, atau dalam (bahasa-bahasa lainnya yang tidak satu pun mungkin dapat dibaca atau ditulis oleh dirinya sendiri); atau untuk menggunakan petunjuk ini atau itu kepada apa yang disebut naskah asli (yang dalam segala hal kemungkinan ia sendiri belum pernah saksikan).
Pada akhir perjalanan yang panjang dan berliku-liku ini ia hanya berhasil dalam membesarkan sebagian Injil semenjak dari segundukan bukit kecil, sampai menjadi suatu gunung, dan berhasil dalam mengurangi semenjak dari sebuah gunung sampai menjadi segundukan bukit kecil, atau secara keseluruhan mengesampingkan sebagian Injil yang lain, semuanya itu adalah karena Alkitab yang Tuhan tempatkan di dalam tangannya itu tidak menunjang pendapatnya. Semua prosedur yang megah ini diperhitungkan untuk mendemonstrasikan perolehan-perolehan kesarjanaannya dengan harapan untuk memberikan kepada pendapat palsunya suatu kuasa lahiriah yang sedemikian rupa untuk memaksa semua orang yang datang berhubungan dengan teori ajarannya ini supaya menerimanya.
Tegasnya: Adalah tidak pernah adil bilamana dalam membicarakan masalah pehukuman itu, untuk memberikan perhatian pertama dan terutama kepada setiap tulisan yang membicarakan langsung masalah penyelamatan, tetapi ternyata hanya sesekali menunjuk kepada masalah pehukuman itu. Ambillah sebagai contoh pernyataan Paulus berikut ini:
“Pengharapan itu kita miliki sebagai sebuah jangkar dari jiwa, yang pasti dan kokoh, dan yang masuk ke dalam sekali di balik tirai, ke mana Yesus sebagai pelopor telah masuk bagi kita, telah dijadikan seorang imam besar untuk selama-lamanya mengikuti peraturan Melkhisedek.” Ibrani 6 : 19, 20.
Gantinya melihat pada isi dari ayat-ayat ini di dalam terang dari semua yang diungkapkan mengenai masalah itu, yaitu suatu prosedur yang akan menjamin pantulan ayat-ayat itu terhadap pikiran penulisnya, maka beberapa penyelidik Alkitab, yang tidak melihat pandangan pengertian Paulus, membesar-besarkan dari semua proporsi yang patut akan pentingnya penegasan ayat-ayat ini, sehingga dengan demikian menempatkan atasnya gagasan-gagasan yang walaupun mungkin cukup masuk akal apabila diambil tersendiri, namun jelas-jelas adalah dipaksakan, dibengkokkan, dan tak dapat dipertahankan apabila dilihat di dalam terang dari semua injil lainnya yang menyinggung masalah itu. Perolehan secara paksa sedemikian ini, tak perlu dikata lagi, adalah tidak adil terhadap penulisnya, berbahaya terhadap orang yang dipengaruhi, dan kejahatan orang yang memaksakan pemakaiannya.
Untuk menggambarkan persoalan ini lebih jauh dan lebih luas lagi adalah sebagai berikut: Sekeliling sebuah meja terdapat enam siswa Alkitab dan seorang kapir. Pada sisi yang satu terdapat Petrus, Yakub, dan Yahya; pada sisi yang lainnya, Black, Brown, dan Green; sementara pada sudut yang satu duduk si kapir itu. Ia mendengar dengan penuh perhatian kepada keenam orang itu membicarakan pelayanan Kristus setelah kenaikan-Nya, di dalam terang dari Ibrani 6 : 19, 20; 9 : 12, 26 —-
“Pengharapan itu kita miliki sebagai sebuah jangkar dari jiwa, yang pasti dan kokoh, dan yang masuk ke dalam sekali di balik tirai, ke mana Yesus sebagai pelopor telah masuk bagi kita, telah dijadikan seorang imam besar untuk selama-lamanya mengikuti peraturan Melkhisedek.” Ibrani 6 : 19, 20.
“Bukan juga dengan darah kambing jantan dan anak lembu, melainkan dengan darahNya sendiri Ia masuk sekali ke dalam tempat suci itu, setelah memperoleh penebusan kekal bagi kita.” Ibrani 9 : 12.
“Karena jikalau begitu tak dapat tiada harus Ia kerap kali m e n d e r i t a semenjak dari kejadian dunia. Tetapi sekarang ini sekali di akhir dunia Ia muncul untuk membuang dosa oleh pengorbanan diri-Nya sendiri.” Ibrani 9 : 26.
Petrus, Yakub, dan Yahya, yang sama-sama menganut pandangan penulisnya, mereka sepenuhnya sefaham bahwa seseorang tak mungkin dapat membangun suatu dasar pengertian yang benar mengenai pelayanan itu, pada sesuatu injil yang berbicara mengenai penyelamatan, dengan hanya secara sekali-sekali menunjuk kepada pelayanan Kristus, melainkan ia harus mengambil tulisan-tulisan para nabi yang membicarakan langsung kaabah kesucian itu berikut pelayanannya, lalu kemudian mencocokkan tulisan-tulisan Paulus kepada tulisan-tulisan para nabi itu, bukan sebaliknya tulisan-tulisan para nabi kepada tulisan-tulisan Paulus.
Sedemikian jauh berkenan dengan Petrus, Yakub, dan Yahya, pembicaraan itu berakhir setelah mereka sampai pada kesimpulan, bahwa Paulus supaya cocok di antara dirinya dan para nabi itu, maka harus dapat dipahami di dalam Ibrani 6 : 19 sedang berbicara dalam masa lalu nubuatan (artinya, masa depan dalam kenyataan, walaupun sekarang atau masa lalu dalam waktu/present or past in tense), dan bahwa karena itulah ia sedang menunjuk kepada waktu itu apabila orang-orangnya yang bertobat akan bersama-sama dengan Kristus, “sekali di akhir dunia” (Ibrani 9 : 26), masuk “dibalik tirai,” “ke sana pelopor itu (Kristus) masuk bagi kita.” Ibrani 6 : 20. Kapan? —- bukan di zaman Paulus, melainkan sekarang ini, “di akhir dunia,” pertama Ia telah “masuk sekali ke dalam tempat suci itu.” Ibrani 9 : 12.
Tetapi Black, Brown, dan Green dari pandangan-pandangan mereka yang asing terhadap ayat-ayat ini, ternyata tidak sefaham bahkan di antara mereka sendiri. Black, dalam menekankan Ibrani 6 : 19, 20, yakin bahwa Paulus mengajarkan bahwa Kristus memasuki ruangan Yang Maha Suci itu segera setelah kenaikanNya. Brown, yang berpegang pada Ibrani 9 : 12, merasa pasti bahwa Kristus masuk bukan ke dalam ruangan Yang Maha Suci, melainkan ke dalam ruangan yang suci; dan Green, atas dasar bobot ayat 26 itu, mendesak bahwa Kristus akan memasuki kaabah kesucian itu “sekali di akhir dunia,” sesudah kedatanganNya yang kedua kali.
Kemudian karena melihat dari pandangan-pandangan mereka yang asing itu, maka Black selanjutnya mengemukakan argumentasinya bahwa dari sebutan kata, “yang suci (the holy) itu,” Paulus maksudkan kepada “Yang Tersuci dari semuanya,” sementara Brown membantah bahwa jika Paulus secara longgar menggunakan sebutan kata “suci” bagi “Yang Tersuci dari semuanya” itu, maka bagaimanakah mungkin seseorang dapat mengetahui apabila ia mengatakan “Yang Tersuci dari semuanya” itu, ia bukan memaksudkan kepada yang “suci” itu?
Kemudian atas kekuatan pernyataan Musa: “Katakanlah kepada Harun saudaramu, agar jangan sekali ia masuk ke dalam tempat suci di balik tirai di depan tahta grafirat itu, yang berada di atas tabut perjanjian” (Immamat 16 : 2), maka Black selanjutnya bertahan, bahwa Paulus dalam kata-katanya:
”Tetapi dengan darah-Nya sendiri Ia memasuki ….. tempat suci itu” (Ibrani 9 : 12), menunjuk kepada “Yang Tersuci dari pada semuanya itu” (Ibrani 9 : 3). Tetapi Petrus bersikeras, bahwa untuk mengartikan sebutan “tempat suci” yang digunakan oleh Paulus supaya berarti “Yang Tersuci dari pada semuanya” itu, bukan saja tidak beralasan tetapi juga tidak adil, sebab tak ada seorang penulis pun yang berpikiran sehat, yang berbicara dari hal kedua ruangan itu, akan dengan bebas mengganti-ganti tempat sebutan kata-kata itu, lalu tetap mengharapkan para pembacanya untuk dapat memahami dengan tepat pendapat yang ia lontarkan. Namun demikian Black menjawab, bahwa Musa menggunakan sebutan kata-kata “tempat suci” (Immamat 16 : 2) sewaktu berbicara dari hal ruangan yang kedua.
Dalam menjawab ini, Petrus membantah, bahwa Musa berbuat demikian itu karena ia menyebut ruangan yang kedua itu, “tempat suci di balik tirai”, sedangkan ruangan yang pertama disebutnya, “tabernakel perhimpunan orang banyak” (ayat 16), sedangkan sebaliknya Paulus memilih untuk menyebut ruangan yang pertama itu, “tempat suci,” dan ruangan yang kedua, ”Yang Tersuci dari pada semuanya.”
Kembali: Petrus bersikeras bahwa jika di dalam tulisan-tulisan Paulus, di mana kedua ruangan itu dibicarakan, seseorang dibenarkan untuk menginterpretasikan “yang suci itu” menjadi berarti “Yang Tersuci dari pada semuanya,” maka orang lain dengan tanda logika yang sama akan sama juga dibenarkan menginterpretasikan “Yang Tersuci dari pada semuanya” itu menjadi berarti “yang suci” itu.
Walaupun penegasan Petrus yang cukup jelas dan masuk akal itu selengkapnya menghancurkan kekuatan pertentangan Black, namun karena luasnya perbedaan-perbedaan pendapat di antara sekelompok orang-orang percaya Kristen, maka hasil akhir dari pembicaraan itu adalah bahwa apa yang diperbuat oleh kesepakatan di antara Petrus, Yahya, dan Yakub, untuk mentobatkan si kapir itu menjadi Kristen, justru dilawan oleh ketidak-cocokan yang ada di antara Black, Brown, dan Green, dan juga di antara Black dan Petrus. Perpecahan inilah yang mengukuhkan orang kapir itu dalam kekapirannya, sehingga membiarkan dia sepenuhnya yakin bahwa Kekristenan itu hanyalah berupa sebutir gelembung yang mempesona; kemudian Setan, dalam kegembiraannya yang kejam, memberikan kepada Black, Brown, dan Green, “tahtanya, dan kekuasaan besar.” Maka dunia Kristen, yang sudah matang dengan kekacauan ajaran, terus bersiap diri dengan perjuangan memecah-belah, mengasuh orang-orang kapir dalam permusuhan mereka melawan Kekristenan, dan bukan mentobatkan mereka kepada Kekristenan.
Jika Kristus mengucapkan suatu kutuk atas mereka yang menolak memberikan segelas air dingin kepada yang terkecil dari para pengikut-Nya, maka apakah kelak hukuman dan nasib mereka yang sedemikian ini seperti halnya Black, Brown, dan Green, yang oleh roh membesarkan diri sendiri mereka itu, sementara mereka mengaku mengumpulkan orang-orang dari pada-Nya.
Tidak pernah dibenarkan untuk menginterpretasikan sesuatu ayat injil terpisah dari pada hubungan kata-katanya, karena dengan berbuat sedemikian itu akan dengan sendirinya berbuat kejam terhadap pengertiannya.
Misalnya ayat injil berikut ini: “Tetapi perkara yang satu ini jangan kamu lupakan, hai segala kekasihku, bahwa satu hari dengan Tuhan adalah bagaikan seribu tahun, dan seribu tahun bagaikan satu hari” (2 Petrus 3 : 8), yang diambil secara tersendiri, telah mengalami berbagai interpretasi yang berbeda-beda, sehingga hanya menambahkan kepada kekacauan dan keragu-raguan yang sudah meresapi dunia Kristen. Namun hanya satu interpretasi yang diperbolehkannya apabila diambil bersama-sama dengan hubungan kata-katanya: “Pertama sekali ingatlah ini, bahwa akan datang kelak di akhir zaman banyak pengolok-olok yang berjalan mengikuti napsu-napsunya sendiri sambil mengatakan, “Dimanakah janji kedatangan-Nya itu? Karena semenjak dari para nenek moyang kita mati segala sesuatunya berlanjut sebagaimana adanya semenjak dari kejadian.” Ayat 3, 4.
Dari penyajian hubungan kata-kata di atas ini dapat kita lihat, bahwa di dalam ayat yang dimaksud, rasul itu sedang berusaha dengan menggunakan bahasa kiasan untuk menunjukkan bahwa para pengolok-olok yang dilihatnya akan bangkit di zaman kita sekarang, walaupun mereka berusaha untuk meruntuhkan iman orang-orang yang percaya pada tulisan Musa mengenai air bah itu dan yang menunggui kedatangan kembali Tuhan, mereka mengolok-olok itu secara tidak sadar karena kebutaan mereka sendiri. Karena mereka tidak dapat melihat, bahwa apa yang tampak baginya, menurut ukuran hari-hari hidup mereka yang pendek itu merupakan suatu penangguhan yang lama kedatangan Tuhan yang kedua kali, namun bagi Dia Yang Kekal itu hanya merupakan sejenak menunggu yang sangat singkat, dan bahwa kepandaian mereka yang terbatas itu dengan sendirinya merupakan kebodohan saja. Dan, sebaliknya, apa yang dianggap mereka sebagai waktu yang terlalu singkat dan tak bermanfaat bagi kegunaan yang praktis, Tuhan justru menganggapnya sebagai sangat lama dan sangat berharga dalam kehidupan kita yang pendek ini.
Sebab itu jelaslah, bilamana ayat injil ini diinterpretasikan sesuai dengan hubungan kata-katanya, maka ukuran-ukuran waktu manusia akan terlihat tidak sama dengan ukuran-ukuran waktu Tuhan Allah, sama seperti halnya pikiran-pikiran manusia adalah bukan pikiran-pikiran-Nya (Yesaya 55 : 7, 8).
Terang dari contoh ini memperjelas, bahwa sebagaimana halnya suatu katup pengaman diperlukan untuk melindungi sebuah ketel uap supaya tidak meletus karena kelebihan tekanan, maka demikian itu pula hanya suatu pandangan yang jujur terhadap hubungan kata-kata dari sesuatu ayat injil yang dapat menjaga orang yang menginterpretasikan ayat itu supaya tidak meletus dengan teori-teori dan pendapat-pendapat yang asing terhadap Firman Alkitab.
Apabila orang-orang yang mencintai kebenaran mempelajari sesuatu pokok ajaran, maka dalam mencoba untuk mencocokkan pendapat-pendapat pribadi mereka dengan sesuatu ayat injil yang dimaksud, mereka tidak pernah membiarkan injil itu sedemikian rupa diinterpretasikan sehingga bertentangan baik dengan bagian-bagian Alkitab lainnya atau dengan pendirian otoritas yang sudah digariskan, melainkan lebih baik mereka meninggalkan pendapat-pendapat mereka sendiri.
Karena mengambil suatu gambaran yang salah terhadap masalah pehukuman itu, maka walaupun secara tidak sadar sebagian orang telah mencoba dengan nyata-nyata merubah waktunya yang tepat dan keadaannya yang sebenarnya, dan bukan mempertahankannya. Usaha yang tidak disadari ini pada gilirannya telah membawa mereka menganut pandangan-pandangan yang keliru terhadap banyak kebenaran-kebenaran Alkitab lainnya. Sungguhpun demikian, kenyataan bahwa ajaran campuran yang besar ini masih tetap utuh dan kokoh merupakan bukti yang tak dapat disangsikan, bahwa demikian pula yang dilakukan oleh semua ajaran-ajaran khotbahnya.
Mereka yang telah berusaha menginterpretasikan Firman itu secara bebas tanpa diilhami, yaitu suatu usaha sendiri yang bertentangan dengan petunjuk resmi yang diberikan di dalam 2 Petrus 1 : 20, 21, dan orang-orang yang telah menyambut pandangan-pandangan yang sedemikian ini, jika mereka tidak mau sekarang meninggalkan kekeliruan-kekeliruannya demi mendapatkan kebenaran, maka pada suatu hari kelak mereka akan mendapatkan diri mereka menjadi korban hal-hal yang berbahaya dengan mana mereka telah mengikat diri, dan mereka kelak akan sangat dikacaukan setelah mereka mendengarkan pemberitahuan yang mengerikan: “Aku tidak berfirman kepada mereka itu, namun demikian mereka bernubuat juga”; “enyahlah dari padaKu, hai kamu yang berbuat kejahatan.” Yeremiah 23 : 21; Matius 7 : 23.
******
41 total, 1 views today