SEJARAH DUNIA DALAM SIMBOL-SIMBOL BINATANG
<< Go Back


SEJARAH DUNIA DALAM SIMBOL-SIMBOL BINATANG

 

Singa, beruang, harimau kumbang, dan binatang yang tak tergambarkan itu menggambarkan kerajaan-kerajaan yang sama seperti halnya emas, perak, tembaga dan besi. Lambang-lambang yang aneh dan yang tidak alamiah yang berkaitan dengan binatang-binatang itu, yaitu, sayap-sayap, tulang-tulang rusuk, tanduk-tanduk, dan kepala-kepala, adalah sanggup mengungkapkan rahasia-rahasia dari peristiwa-peristiwa sejarah yang akan jadi di dalam periode-periode nubuatan yang besar itu. Hal yang sangat ajaib mengenai simbol-simbol nubuatan ini ialah, bahwa semuanya itu adalah benar-benar mampu untuk mengungkapkan kebenaran, dan sekali dapat dipahami dengan benar, maka semuanya itu tidak dapat dipertentangkan lagi. Setiap interpretasi terhadap nubuatan-nubuatan simbolis yang tidak cocok dengan penjelasan yang diberikan tidak pernah akan dipakai. Interpretasi terhadap simbol-simbol yang sedemikian ini harus tidak hanya sejalan sesuai dengan keseluruhan tujuan dari buku dan hukum Allah, melainkan ia harus juga menunjukkan sesuatu pelajaran penting bagi umat Allah; sehingga apabila suatu penjelasan yang sedemikian ini, seperti yang dimaksud, diambil dari Injil, maka hanya dengan begitulah kita memperoleh kebenaran.

Sementara kepala yang dari pada emas pada patung besar itu melambangkan kerajaan Babil pada puncak kebesarannya, maka singa itu meliputi suatu masa periode yang luas sesuai dengan yang tertulis pada Kejadian 10 : 8 – 10 sebagai berikut: “Mama Kusy beranak Nimrod; maka mulailah ia menjadi seorang yang perkasa di bumi. Ia adalah seorang pemburu yang perkasa di hadapan Allah; oleh sebab itu akan halnya dikatakan, Laksana Nimrod pemburu yang gagah perkasa itu di hadapan Tuhan. Maka permulaan dari pada kerajaannya adalah Babil, dan Erekh, dan Akad, dan Kalneh, semuanya di tanah Sinear. “Permulaan dari pada kerajaannya Nimrod ialah “Babil,” atau sebagaimana di dalam bahasa Grika disebut “Babilon.” Pemerintahannya meliputi empat kota di dataran itu, yaitu Babilon, Erekh, Akad, dan Kalneh. Kalau saja pembaca mau melihat kepada Kejadian 8 : 1 – 8 lalu dengan seksama menghitung-hitung orang-orang yang dilahirkan dari keluarga Nuh sesudah mereka itu keluar dari bahtera yang selamat dari air bah itu sampai kepada kelahiran Nimrod, maka dapatlah dicatat bahwa Nimrod adalah orang yang ke 26 yang lahir sesudah air bah. Lokasi dari kota itu adalah di tanah Sinear, sesuai yang tertulis di dalam Kejadian 11 : 2 sebagai berikut: “Maka jadilah kelak, tatkala mereka itu berjalan dari sebelah timur, bahwa didapatinya suatu padang yang luas di tanah Sinear; maka tinggallah mereka di sana.”

Nama Babil (dalam bahasa Grika babilon) lahir pada waktu itu selagi tugu Babil sementara dibangun, setelah mana Allah mengacaukan orang banyak itu oleh bahasa yang berlain-lainan. Menurut Daniel ibukota dari Babilon terletak pada dataran yang sama: “Maka Tuhan menyerahkan Yoyakim, raja Yehuda ke dalam tangannya (Raja dari Babilon), … yang dibawanya ke dalam tanah Sinear.” (Daniel 2 : 1). Oleh sebab itu Babilon telah didirikan segera sesudah air bah, kira-kira di antara tahun 2400 dan 2300 Sebelum Tarik Masehi, dan ia telah mencapai puncak kebesarannya sebagai suatu kerajaan dunia umumnya di antara tahun 400 atau 500 Sebelum Tarik Masehi. Babilon dalam perkembangannya telah meliputi suatu masa periode kira-kira 1800 tahun atau lebih. Tentu saja tidak seorang pun akan mengira bahwa Babilon adalah terlalu cepat dalam usahanya untuk menguasai dunia tua yang lalu.

 

Lambang Dari Sayap Dan Tulang-Tulang Rusuk

 

Kita dapat sekarang mempertanyakan arti dari pada sayap-sayap yang terdapat pada singa itu dan pada harimau kumbang. Juga tulang-tulang rusuk yang terdapat di dalam mulut beruang. Sayap-sayap pada singa itu tentunya tidak mungkin melambangkan kecepatan sebagaimana yang diajarkan oleh beberapa orang. Jika sekiranya sayap harus melambangkan kecepatan, maka sayap-sayap itu sudah harus terdapat pada beruang, sebab Kores dan Darius mengalahkan Babilon tua itu pada malam hari. Selanjutnya, jika sayap melambangkan kecepatan pada binatang yang satu, sayap-sayap itu harus juga melambangkan yang sama pada binatang yang lainnya. Dapatkah sayap-sayap itu melambangkan kecepatan pada binatang harimau kumbang yang berkepala empat itu? Tentu saja tidak. Suatu penelitian yang saksama terhadap simbol-simbol menunjukkan, bahwa binatang harimau kumbang itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kemenangan Alexander atas Medo-Persia. Harimau kumbang itu melambangkan kerajaan yang ada sesudah kemenangan itu dicapai. Empat kepala itu adalah empat bagian Grika setelah kematian Alexander, yaitu “Cassander, Lycimachus, Ptolemy, dan Seleucus.”

 

Peperangan dan kemenangan di antara Medo-Persia dan Grika disampaikan kepada perhatian kita dalam Daniel 8 : 5 – 7 sebagai berikut: “Maka sementara aku memperhatikannya, tampaklah seekor kambing jantan datang dari sebelah barat yang melintasi seluruh muka bumi, tanpa menyentuh tanah; maka kambing jantan itu mempunyai sebuah tanduk yang terkenal di antara kedua matanya. Maka datanglah ia mendapatkan domba jantan yang memiliki dua tanduk itu, dan yang telah ku lihat berdiri di hadapan sungai itu, maka ia pun menerjang kepadanya dengan sangat kuatnya. Dan aku melihatnya datang mendekati domba jantan itu, dan ia menerjang kepadanya dengan geramnya, dan menanduk kepadanya dan mematahkan kedua pucuk tanduknya; maka domba jantan itu tiada berdaya lagi untuk berdiri di hadapannya, maka dihempaskannya akan dia ke tanah, dan dipijak-pijaknya akan dia, dan seorang pun tiada yang dapat melepaskan domba jantan itu dari pada kuasanya.”

 

Di dalam ayat 20, 21 kepada Daniel diceriterakan oleh malaikat, bahwa kambing jantan itu ialah ‘Grika’, domba jantan itu ialah ‘Medo-Persia’, dan tanduk yang terkenal di antara kedua matanya itu ialah, ‘rajanya yang pertama’. Oleh sebab itu kemenangan Alexander yang cepat itulah yang dilambangkan oleh ‘kambing jantan itu’ yang tidak menyentuh tanah. Jika sayap harus melambangkan kecepatan, maka sayap-sayap itu sudah akan terdapat pada ‘kambing jantan’ dan pada harimau kumbang itu. Oleh karena kebenaran dari apa yang telah dikatakan di atas tidak dapat disangkal, dan karena pendapat yang telah dipegang oleh sebagian orang adalah bertentangan terhadap simbol-simbol itu, maka kita harus mencari dari tempat lain untuk pemakaian “sayap-sayap itu.” Kami kira adalah jauh lebih aman dan bijaksana, bahkan lebih beralasan bagi seseorang untuk mengakui kekeliruannya – karena sebagai orang-orang fana kita tak dapat tiada banyak berbuat kekeliruan – dari pada ikut terlibat dalam interpretasi-interpretasi terhadap Firman Allah yang bertentangan.

 

Pertama-tama kita harus mengerti, bahwa oleh bantuan simbol-simbol ini ilham sedang mencatat keseluruhan sejarah dunia. Janganlah kita lupa bahwa ada sebuah dunia pada sebelum air bah yang lalu. Jika seseorang dari kita hendak mengusahakan prestasi arsitektural yang indah ini untuk merencanakan suatu kerangka, atau bagan, dari sejarah dunia ini, maka kita tentunya akan memikirkan suatu perhitungan yang lengkap dari pada keseluruhan bagian-bagiannya. Allah yang tak terbatas kepintaran-Nya itu maupun kuasa-Nya tentu saja tidak akan mau melewati begitu saja atau dengan sengaja melalaikan di dalam bagan peristiwa-peristiwa sejarah-Nya yang besar itu untuk mempertimbangkan juga dunia-Nya sebelum air bah.

 

Suatu catatan dari sebuah penyelidikan ilahi mengenai sejarah dunia ini semenjak dari kejadian dunia sampai kepada penebusan akan sangat penting pada waktu ini. Dalam suatu zaman kekapiran, atheisme, dan kemunafikan, orang-orang yang mengaku dirinya bijaksana secara duniawi, maupun dalam masalah-masalah agama, mereka telah sesat dari sumber kepintaran dan pengetahuan yang sebenarnya. “Sebab apabila mereka mengenal Allah, mereka tidak akan memuliakan-Nya sebagai Allah, ataupun bersyukur kepadaNya; melainkan mereka menjadi sia-sia di dalam semua kepikiran-nya, dan hatinya yang bodoh menjadi digelapkan. Mengakui dirinya pintar, mereka menjadi orang-orang bodoh.” (Rum 1 : 21 – 22). Bahkan orang-orang yang mengakui dirinya guru-guru kebenaran, mereka telah kehilangan iman mereka dalam perhitungan Alkitab mengenai kejadian dunia. Allah karena mengetahui akan penolakan terhadap firman-Nya secara sesat sekarang ini, maka Ia telah merencanakan suatu kerangka nubuatan dalam simbol dari binatang-binatang buas, sayap-sayap, tulang-tulang rusuk, tanduk-tanduk, kepala-kepala, mahkota-mahkota, dan sebagainya, oleh mana Ia menunjukkan di dalam gambaran nubuatan ini kepada kenyataan-kenyataan, dengan disertai tekanan yang akan merendahkan manusia serta menunjukkan kepada mereka itu keseluruhan kebodohannya dan kegagalan kepintarannya.

 

Menurut perhitungan Alkitab air bah itu datang lebih dari 1600 tahun sesudah kejadian dunia. Allah menciptakan keturunan umat manusia itu berasal dari Adam dan Hawa. Oleh sebab itu, hanya ada satu umat, satu keturunan, satu bahasa dan bangsa semenjak dari kejadian dunia sampai kepada air bah. Pemerintahan yang dikaruniakan kepada Adam itu kami sebut kerajaan dunia Adam yang pertama. Babilon adalah yang kedua, Medo-Persia yang ke tiga; Grika yang ke empat; Romawi yang ke lima; Romawi yang terpecah-pecah (yang dilambangkan oleh kaki-kaki dan jari-jari kaki dari patung besar Daniel pasal 2, yang merupakan bangsa-bangsa beradab yang tidak stabil sekarang ini) ialah yang ke enam; dan semenjak dari berakhirnya seribu tahun milenium setelah kebangkitan orang-orang jahat sampai kepada kematian mereka yang kedua kali, ialah yang ketujuh dan terakhir. Demikianlah angka bilangan Alkitab tujuh sebagaimana biasanya menunjukkan kelengkapan. Oleh sebab itu, tujuh kerajaan dunia yang sedemikian ini mengungkapkan sebuah sejarah dunia yang lengkap, menunjukkan akhir dari dosa dan pemerintahannya.

 


Daniel 7 : 2, 4

       Kalau saja kita manusia yang fana harus merencanakan suatu bagan yang sedemikian ini oleh simbol binatang-binatang buas, maka pasti kita akan memiliki intelligensia yang cukup untuk memberi nomor kepada setiap binatang menurut urutannya yang benar. Kita mungkin mengira bahwa Allah adalah kurang teliti dalam ketepatan-Nya yang mentaajubkan. Oleh sebab itu Ia telah menentukan angka setiap binatang. Kita harus pertama sekali memikirkan benda-benda yang melambangkan sejarah Wasiat Lama, oleh patung logam yang besar itu; yaitu, Emas – Babilon; perak – Medo – Persia; tembaga – Grika. Emas ialah yang utama dari pada semua logam yang akan berdiri sebagai nomor satu; perak adalah yang kedua dari emas, sebab itulah nomor dua; tembaga adalah yang ke tiga dari emas, berarti nomor tiga. Singa, beruang, dan harimau kumbang diberi nomor dengan cara sedemikian ini. Singa adalah raja atau yang utama dari binatang-binatang buas, maka sebab itu nomor satu, sejajar dengan emas. Beruang ialah yang kedua dari singa, sebab itu nomor dua, sejajar dengan perak. Harimau kumbang ialah yang ke tiga dari singa, karena itulah nomor tiga, sejajar dengan tembaga. Semuanya ini adalah rangkaian nomor yang pertama, tetapi masih ada rangkaian nomor lainnya yang harus kita bicarakan.

 

Semuanya ini akan membawa kita kembali kepada pokok masalah kita mengenai apa yang dimaksudkan dengan sayap-sayap yang terdapat pada singa maupun pada harimau kumbang itu, dan tulang-tulang rusuk yang terdapat di dalam mulut beruang. Allah tentunya tidak akan menggambarkan peta sejarah dunia, semenjak dari air bah sampai kepada akhirat, dan gagal memperhitungkan semua bagian-bagiannya. Tak dapat tiada harus ada sesuatu di dalam bagan mengenai peristiwa-peristiwa sejarah ini untuk menunjukkan bahwa Ia mempunyai suatu kerajaan dunia sebelum air bah itu, seperti yang dijelaskan sebelumnya. Bahwa kerajaan itu merupakan yang pertama, dengan sendirinya berdiri sebagai nomor satu; Babilon nomor dua; Medo-Persia nomor tiga; dan Grika nomor empat. Jika pernyataan ini benar, maka kita harus mencarikan rangkaian angka-angka ini pada singa, beruang dan harimau kumbang itu.

 

Sayap-sayap pada singa itu menunjukkan kerajaan nomor dua. Singa secara alamiah adalah yang pertama – yang pertama dari air bah, tetapi (secara tidak alamiah) karena dua sayapnya, maka adalah yang kedua semenjak dari kejadian dunia. Tulang-tulang rusuk di dalam mulut beruang itu menunjukkan kerajaan nomor tiga. Beruang itu secara alamiah adalah yang kedua semenjak dari air bah, tetapi (secara tidak alamiah) karena tiga tulang rusuk itu ia adalah yang ke tiga semenjak dari kejadian dunia; tulang-tulang rusuk telah digunakan, karena sayap selalu berpasangan. Empat sayap yang terdapat pada harimau kumbang itu menunjukkan, bahwa Gerika adalah kerajaan dunia yang ke empat. Harimau kumbang secara alamiah adalah yang ke tiga semenjak dari air bah, tetapi (secara tidak alamiah) karena sayap-sayap itu, ia adalah yang ke empat semenjak dari kejadian dunia. Sejarah terus berjalan, maka sebab itu sayap merupakan simbol yang tepat.

 

 

 

“Bangkitlah, Makanlah Daging Yang Banyak”

 

“Bangkitlah, Makanlah Daging Yang Banyak,” demikian kata rusuk-rusuk itu kepada beruang. (Daniel 7 : 5). Kerajaan Medo-Persia membuka jalan bagi peperangan-peperangan antara kerajaan, oleh sebab itu : “Bangkitlah engkau, Makanlah Daging Yang Banyak.” Demikianlah kerajaan demi kerajaan terjerumus jatuh ke dalam peperangan-peperangan berdarah. Tulang-tulang rusuk di dalam mulut beruang itu tidak mungkin berarti bangsa-bangsa, seperti yang diajarkan oleh sebagian orang, karena bangsa-bangsa dilambangkan oleh tanduk-tanduk, dan bukan oleh tulang-tulang rusuk. Juga tidak mungkin rusuk-rusuk itu menunjuk kepada daerah-daerah propinsi tertentu yang tidak berhasil dikuasai oleh Medo-Persia, karena ia sudah menguasai rusuk-rusuk itu di dalam mulutnya, dan adalah tidak konsisten untuk mengira bahwa orang-orang Persia itu sudah akan menindas negara-negara bagian tertentu lebih dari pada yang lainnya. Kalau memang hal itu demikian, beruang itu sudah akan memijak-mijak mereka seperti yang diperbuat oleh binatang yang tak tergambarkan itu. (Ayat 7). Simbolnya adalah bertentangan dengan perkiraan yang sedemikian itu, maka tidak ada satu pun bukti ataupun pelajaran yang dapat ditarik dari sesuatu teori yang sedemikian itu.

 

 

 

Tercabut Sayap-Sayap Dari Singa Itu

 

Kita kembali kepada singa, lambang dari Babilon, Daniel mengatakan: “Yang pertama itu adalah seperti singa, dan ia memiliki sayap-sayap burung garuda; maka kulihat sampai tercabutlah sayap-sayapnya itu, maka terangkatlah ia dari atas bumi, lalu ia dibuat berdiri pada kakinya seperti manusia, dan diberikan kepadanya suatu hati manusia.” (Daniel 7 : 4). “Sayap-sayapnya tercabut.” Simbol ini menunjukkan hal yang sama seperti tercabutnya tiga pucuk tanduk dari binatang yang tak tergambarkan itu, (Ayat 8). Jika tercabutnya tanduk-tanduk itu menunjukkan kerajaan-kerajaan mereka diambil dari padanya, maka tercabutnya sayap-sayap itu akan menunjukkan bahwa Babilon sebagai kerajaan nomor dua akan berlalu, menggenapi hasil interpretasi Daniel mengenai tulisan tangan yang terdapat pada tembok: “Inilah interpretasi daripada perkataan itu: Mene, Allah telah menetapkan angka nomor kerajaan tuanku, dan mengakhirinya.” (Daniel 5 : 26). Oleh sebab itu, Babilon jatuh ke dalam tangan dari raja-raja Medo-Persia itu. Dengan demikian sayap-sayapnya “tercabut,” dan kerajaan Medo-Persia itu, nomor tiga, menggantikan singa, yaitu nomor dua.

 

Hati Manusia Diberikan Kepadanya

 

Setelah sayap-sayap dari singa itu tercabut, maka Daniel mengatakan: “Ia dibuat berdiri pada kakinya seperti manusia, dan suatu hati manusia diberikan kepadanya.” Apapun yang diartikan oleh kedudukan dari binatang itu dan perubahan hatinya, aplikasinya adalah tetap sesudah Babilon jatuh ke bawah pemerintahan Medo-Persia, sebab ia berdiri sebagai manusia setelah sayap-sayapnya “tercabut”. Jika kita hendak memperoleh pengertian dari simbol itu, kita harus pertama-tama memikirkan fungsi dari hati, sebab simbol itu sendiri harus sempurna, sebab jika tidak, kebenarannya tidak dapat ditentukan.

 

 

 

Fungsi dari hati ialah untuk mempertahankan daya hidup di dalam tubuh. Biarkanlah hati itu berhenti, maka segala-galanya akan lenyap. Organ tubuh yang sangat penting ini adalah pengatur tubuh. Seperti halnya sebuah kerajaan adalah terdiri dari banyak orang pribadi, berikut berbagai kebutuhan mereka, demikian itu pula dengan tubuh yang hidup terdiri dari sejumlah besar sel-sel hidup, berikut semua kepentingannya. Sebagaimana tugas dari seorang raja adalah mempertahankan daya hidup di dalam kerajaannya, juga menghukum atau mencabut sampai kepada akar-akar segala kejahatan serta mengawasi melindungi semua yang baik, demikian itu pula yang diperbuat oleh hati. Dengan cara mengembang dan mengepis ia mengontrol dan memberikan aliran, daya hidup dalam bentuk darah bersih. Bukti yang dikumpulkan sejauh ini membuktikan bahwa hati adalah lambang yang tepat dari seorang raja. Namun kita harus memperinci perbedaan di antara hati manusia dan hati binatang. Daniel 4 : 16, berbicara mengenai hukuman yang dijatuhkan atas raja itu sebelum ia diusir keluar dari tahtanya ke padang bersama-sama dengan binatang-binatang, mengatakan sebagai berikut: “Biarlah hatinya berubah dari hati manusia dan biarlah hati binatang diberikan kepadanya; dan biarlah tujuh masa berlaku baginya.” Setelah hati raja itu berubah, maka ia kehilangan rationya, dan secara alamiah ia menjadi sama dengan seekor lembu. “Maka pada jam yang sama itu juga perkara itu genaplah atas Nebukhadnezzar; maka ia diusir dari antara manusia, lalu ia memakan rumput seperti lembu dan tubuhnya basah dengan air embun dari langit, sehingga rambutnya tumbuh bagaikan bulu burung garuda, dan kuku-kukunya seperti cakar unggas.” (Daniel 4 : 33).

Kecerdasan manusia tidak terdapat dalam bentuk lahiriah dari kemanusiaannya, melainkan sebaliknya ia itu terdapat di dalam hati manusia. Pendapat ini adalah tegas dianut oleh Injil: “Karena dari dalam kelimpahan hati mulut berbicara.” Oleh sebab itu, simbol (hati manusia) dapat menunjukkan inteligensia. Tetapi simbol ini tidak dapat menyimpulkan pandangan manusia, melainkan sebaliknya suatu pengertian Allah yang tepat, karena Alkitab mengatakan: “Orang bodoh mengatakan di dalam hatinya, bahwa tidak ada Allah.” (Mazmur 53 : 1). Memperoleh suatu pandangan yang jelas mengenai kekuasaan yang tak terhingga dari Dia Yang Kekal itu ialah yang Allah sebut pendidikan yang benar. Kesimpulan dari simbol itu ialah, bahwa Babilon dipaksa untuk mengakui adanya Dia Yang Maha Tinggi dengan cara menyingkirkan raja yang satu (hati binatang) dan mendudukkan raja yang lain (hati manusia).

Setelah menjelaskan apa yang tampaknya dimaksudkan oleh simbol itu, kita harus meninjau sejenak kepada kerajaan kuno itu untuk melihat apakah memang hasil interpretasi ini sepenuhnya dapat ditunjang oleh hati simbolis itu. Karena contoh yang kekal yang dikemukakan melalui air bah itu bagi generasi-generasi yang akan datang ternyata telah gagal untuk mengajarkan kepada para pemimpin orang kasdim itu akan kuasa Allah dan eksistensi-Nya, maka Pencipta manusia dalam kemurahan-Nya, panjang sabar-Nya, tidak rela membiarkan seorang pun binasa, telah melakukan suatu usaha terbesar untuk menyelamatkan bangsa itu. “Tuhan tidak berlambatan mengenai janji-Nya, sebagaimana sebagian orang memperhitungkannya lambat; melainkan Ia adalah panjang sabar terhadap kita, tidak rela seorang pun binasa, melainkan agar hendaknya semuanya datang kepada pertobatan.” (2 Petrus 3 : 9).

Pada waktu mimpi mengenai patung yang besar itu diberikan kepada Nebukhadnezzar ingatannya mengenai obyek itu lenyap, tetapi kesan yang tertinggal di dalam pikiran-nya adalah sangat meningkat. Setelah tuntutannya yang mendesak dari orang-orang pintarnya gagal mengungkapkan mimpi raja itu, maka Daniel, oleh perantaraan wahyu ilahi, mengungkapkan rahasia keajaiban itu dengan cara menginterpretasikan mimpinya itu. Keajaiban yang mentaajubkan ini seharusnya sudah mentobatkan raja itu berikut semua orang pintarnya di Babilon kepada ibadahnya bangsa Iberani, karena oleh kuasa dari Allahnya Daniel mereka telah luput dari hukuman mati. Tetapi ternyata tidak ada perubahan apapun bagi yang lebih baik. Walaupun raja itu menghormati Allah dengan bibirnya, hatinya ternyata jauh dari pada-Nya. Raja itu tidak juga membinasakan segala dewa yang ada di negeri itu, melainkan justru dalam kebutaannya ia terus maju mendirikan dewa-dewa yang lebih hebat lagi; karena tak lama kemudian sesudah mimpinya itu dipecahkan pengertiannya ia telah meminta kepada semua rakyatnya untuk menyembah “patung emas” yang didirikannya di lapangan Dura. (Bacalah Daniel pasal tiga).

 

Penolakan tiga pemuda Iberani itu untuk menyembah sujud kepada dewa, serta keajaiban dengan mana mereka telah diselamatkan dari dapur api yang bernyala-nyala itu, sangat mempengaruhi pikiran para pemimpin pemerintahan, tetapi itu pun gagal untuk merubah hati raja itu. Kembali ia menghormati Allah segala ilah itu hanya dengan bibirnya tetapi bukan dengan perbuatannya. Segala perbuatan raja yang tidak benar itu membuatnya perlu mendapatkan suatu hukuman alamiah yang luar biasa. Sebab itu suatu usaha besar untuk menyadarkan dia untuk bergantung kepada Khaliknya adalah perlu. Mimpi yang diberikan kepadanya (di dalam pasal empat), mengenai pohon yang besar itu – suatu simbol dari dirinya sendiri – dan interpretasinya oleh Daniel, telah menyadarkan raja yang keras hati itu akan kebenarannya, serta hukuman yang akan menimpa dirinya, terkecuali ia bertobat. Daniel mengatakan: “Maka sebab itu, ya tuanku, hendaklah kiranya bicara patik ini berkenan di hadapan tuanku, putuskanlah kiranya segala dosa tuanku oleh kebenaran dan segala kesalahan tuanku oleh belas kasihan akan orang miskin, supaya dilanjutkan kiranya selamat sejahtera tuanku … Dua belas bulan kemudian berjalanlah baginda raja di dalam istana kerajaan Babilon – Maka pada jam itu juga genaplah perkara itu atas diri Nebukhadnezzar; maka ia dihalau dari antara manusia, lalu ia memakan rumput seperti lembu, dan tubuhnya basah dengan embun dari langit, sehingga rambutnya bertumbuh seperti bulu burung garuda, dan kuku-kukunya seperti cakar burung.” (Daniel 4 : 27, 29, 33).

Pada akhir dari pengalaman yang penuh penderitaan itu, maka raja itu berkata: “Sekarang aku Nebukhadnezzar memuji dan membesarkan dan memuliakan Raja sorga itu, karena segala perbuatan-Nya adalah kebenaran, dan semua jalan-Nya adalah keadilan, maka barangsiapa yang berjalan dalam kesombongan Ia pun dapat merendahkan.” (Ayat 37). Walaupun ia mengakui kuasa dari Dia yang kekal itu, ia menyembah sujud kepada-Nya, dan mengucapkan kata-kata pujian dengan ucapan yang sangat mulia, raja itu lalai menyerahkan hati kapirnya dan meninggalkan cara ibadah kekapirannya. Ia lalai untuk memeluk kepentingan utama meneruskan pengetahuan Yehovahnya kepada keturunannya bagi kesejahteraan mereka dan bagi kekekalan kerajaannya.

 

Pengalaman-pengalaman yang indah ini adalah merupakan objek pelajaran bagi raja-raja yang akan datang. Tak lama kemudian sesudah kegenapan mimpi itu, maka naiklah cucunya ke atas tahta. Dalam adat kebiasaan kekapirannya ia mencoba menantang Allah atas segala dewa, dan Raja atas segala raja itu yang mampu membuat lembu dari pada raja-raja dan raja-raja daripada lembu, dan para penghulu daripada budak-budak. “Karena kenaikan itu datangnya bukan dari sebelah timur ataupun dari sebelah barat ataupun dari sebelah selatan. Tetapi Allah adalah hakim; Ialah yang menurunkan seseorang, dan Ialah yang menempatkan seseorang lainnya.” (Mazmur 75 : 6, 7).

Bejana-bejana yang suci itu belum pernah sebelumnya dicemarkan oleh seseorang raja seperti halnya di dalam pesta perayaan mabuk-mabukan Belshazzar. Allah mau bersabar sampai manusia melangkah melewati garis perbatasan. Belshazzar ini telah berbuat dengan cara membawakan bejana-bejana yang suci ke hadapan para penghulunya, para gundiknya, dan dewa-dewa kekapirannya. Pada waktu terlihat tangan menulis pada tembok perasaan hatinya yang bersalah lalu menyusahkan dia; semua ikat pinggangnya terlepas, dan lutut-lutut gemetar yang satu menyentuh yang lainnya. Seperti halnya bapaknya, Belshazzar melalaikan Daniel, maka ia mengundang orang-orang pintar di Babilon untuk menginterpretasikan tulisan itu; walaupun ia seharusnya sudah tahu akan ketidakmampuan mereka itu untuk mengungkapkan rahasia. Pada akhirnya Daniel juga yang dipanggil dan pada saat kedatangannya ia mengatakan: Mene; Allah telah menentukan angka bilangan kerajaan tuanku, dan mengakhirinya. Tekel; Tuanku telah ditimbang di atas neraca, dan telah didapati ringan. Peres; Kerajaan tuanku akan dibagi, dan diberikan kepada orang-orang Medi dan Persia.” (Daniel 5 : 26 – 28). Pengalaman-pengalaman ayahnya yang tak ternilai pada waktu kenaikannya ke atas tahta itu sudah akan merupakan berkat-berkat yang abadi, tetapi karena melalaikan kuasa Allah, raja itu telah membalikkan keuntungan-keuntungan yang berasal dari berkat menjadi kutuk, dan mengakhiri nasib kerajaannya. Setiap akal untuk membuat singa itu (Babilon) berdiri seperti manusia di bawah pemerintahan raja-raja Kasdim telah habis, dan setiap usaha gagal. Oleh sebab itu, waktunya telah tiba bagi Tuhan untuk menggunakan pengobatan yang terakhir kepada kerajaan singa itu.

Kores, yang oleh Allah telah dibicarakan melalui nabiNya bertahun-tahun sebelumnya itu diizinkan untuk memasuki ibukota dari raja Kasdim itu. (Lihat Yesaya 45 : 1). Babilon sebagai kerajaan nomor dua berlalu sudah, maka simbol mengenai sayap-sayap yang “tercabut” itu menemui kegenapannya. “Pada malam itu juga Belshazzar raja Kasdim itu dibunuh.” Hati singa itu ialah lambang dari raja kapir – yaitu Belshazzar yang dibunuh itu – dan demikianlah hati binatang itu telah disingkirkan. Manusia merencanakan, tetapi seringkali kekuasaan yang lain yang tidak dikuasainya itulah yang menentukan.

 

Daniel telah dijadikan presiden yang pertama atas 120 penghulu, sebab “terdapat di dalam dirinya suatu roh yang sempurna.” Keduanya Kores dan Darius telah bertobat menyembah sujud kepada Allah yang benar. Oleh sebab itu, lengan yang kekal yang ikut campur tangan dalam persoalan-persoalan manusia telah mendudukkan seorang raja pilihan-Nya sendiri.

Dalam cara inilah simbol-simbol itu menemui kegenapannya dan singa itu “diangkat ke atas bumi, lalu dibuat berdiri pada kakinya seperti manusia, dan suatu hati manusia diberikan kepadanya.”

Hati adalah suatu lambang yang cocok dari seorang pemimpin sesuatu bangsa. Perbedaan yang tegas di antara seorang raja yang beragama dan yang tidak beragama adalah sama luas perbedaannya seperti di antara hati manusia dan hati binatang. Hati adalah daya pemberi hidup kepada tubuh manusia, sama seperti seorang raja adalah pemimpin dari suatu bangsa.

Setelah kebebasan diberikan kepada orang-orang Yahudi, maka Kores dalam pernyataannya mengatakan: “Demikianlah kata Kores raja Persia, Tuhan Allah di sorga telah mengaruniakan kepadaku semua kerajaan di bumi; maka Ia telah menugaskan kepadaku untuk mendirikan bagi-Nya sebuah rumah di Yerusalem, yang terletak di Yehuda. Siapakah yang ada di antara kamu yang berasal dari umat-Nya? Allahnya menyertai dia, maka hendaklah ia pergi naik ke Yerusalem, yang di Yehuda itu, dan hendaklah ia mendirikan rumah Tuhan Allah Israel, (Ialah Allah), yang berada di Yerusalem.” (Ezra 1 : 2, 3). Pengaruh ibadah yang baik dari raja-raja Medo-Persia ini tidak digunakan sampai bertahun-tahun kemudian. Keputusan yang dibuat oleh Kores itu ditulis pada sebuah gulungan surat di tempatkan di Achmetha, di dalam istana yang berada di dalam propinsi orang-orang Medes. Beberapa tahun kemudian karena gulungan surat itu ditemukan oleh Darius, maka keputusan itu lalu segera dilaksanakan. Kores telah memutuskan, bahwa semua orang harus memberikan suatu persembahan sukarela, dan raja itu sendiri menyimpan tanpa batas. Ia mengatakan: “Dan lagi aku mengeluarkan keputusan akan apa yang harus kamu perbuat bagi tua-tua dari orang-orang Yahudi ini supaya dibangunkannya rumah Allah ini, bahwa daripada harta benda raja, juga daripada bea dari seberang sana sungai hendaklah diberikan dengan segera kepada orang-orang ini akan belanjanya, agar mereka tidak dihalangi.” (Ezra 6 : 8). Ia selanjutnya memutuskan, bahwa semua keperluan untuk memelihara upacara-upacara korban supaya “diberikan kepada mereka setiap hari dengan tidak lalai.” Kemudian ia menambahkan “Bahwa mereka supaya mempersembahkan korban yang harum baunya kepada Allah di sorga, dan berdoa bagi keselamatan hidup baginda dan anak-anaknya.” (Ezra 6 : 10). Nebukhadnezzar mengaku bertobat sesudah pengalamannya yang indah dengan Allah di sorga, lalu ia menyatakan: “Maka segala orang yang diam di bumi itu kebaikannya bagaikan sia-sia adanya, maka dibuat-Nya akan segala tentara di langit dan di antara segala penduduk di bumi sesuai kehendak-Nya, maka tak seorang pun dapat menolak tangan-Nya, atau pun mengatakan kepada-Nya, Apakah yang kau perbuat ? Pada waktu yang sama akalku kembali kepadaku; dan untuk kemuliaan kerajaanku, maka kehormatan dan kebesaranku kembali kepadaku; maka segala penasehatku dan orang-orang besarku mencari akan daku; maka aku ditetapkan kembali di dalam kerajaanku, dan kebesaran sempurna dipertambahkan kepadaku. Kini aku Nebuchadnezar memuji-muji dan meninggikan dan menghormati Raja sorga itu, semua perbuatan-Nya adalah kebenaran, dan semua jalannya adalah keadilan; maka barangsiapa yang berjalan dalam kesombongan Ia akan mampu merendahkan.” (Daniel 4 : 35 – 37).

Walaupun kata-kata luhur yang diucapkan oleh raja Kasdim itu tampaknya mengungkapkan suatu perubahan hatinya, segala perbuatannya menunjukkan kegagalan dalam apa yang bibirnya sendiri telah ucapkan. Alangkah bedanya di antara raja Babilon itu dan raja-raja Medo-Persia itu!’ Nebukhadnezzar menolak untuk membebaskan umat Allah; ia menolak untuk mengembalikan bejana-bejana yang suci itu kepada Raja sorga; ia tidak mengeluarkan keputusan apa pun untuk mendirikan kembali rumah Allah; ia tidak memberikan sumbangan jenis apapun kepada Raja atas segala raja itu; ia tidak memberikan pengetahuannya mengenai Yehovah kepada semua rakyatnya; ia membiarkan anak-anaknya dan rumah tangganya tetap menyembah sujud kepada dewa-dewa kekapiran yang diperbuat dari pada kayu dan batu; ia tidak berusaha apa-apa untuk memberikan kepada Allah kemuliaan, terkecuali hanya dengan bibirnya saja.

Walaupun kita memiliki semua teladan ini di hadapan kita, namun betapa seringnya kita mengakui dengan bibir kita akan apa yang benar dan betul, tetapi kita tidak berusaha apa-apa untuk mencapai uluran Tangan kasih ilahi. Banyak orang tak terhitung jumlahnya sedang menirukan teladan yang dibuat oleh raja kuno itu. “Mereka ini datang dekat kepada-Ku dengan mulutnya, dan menghormati Aku dengan bibirnya, tetapi hati mereka itu jauh dari pada-Ku.” (Matius 15 : 8).

Walaupun Nebukhadnezzar telah lalai dalam segala perkara yang suci ini, namun Allah, dalam kemurahan-Nya yang besar telah menyelamatkan raja itu. Allah cukup menahan sabar terhadap raja Babilon itu, tetapi “raja yang pernah tinggi hati itu telah menjadi seorang anak Allah yang rendah hati; pemimpin yang tiran, yang suka menguasai itu, telah menjadi raja yang bijaksana dan penuh kasih sayang. Dia yang telah menentang dan menghojat Allah di sorga itu, kini mengakui akan kuasa Dia Yang Maha Tinggi, dan dengan sungguh-sungguh berusaha untuk mempromosikan takut akan Yehovah serta kebahagiaan rakyatnya. Karena teguran dari Dia yang Raja atas segala raja dan Tuhan atas segala tuan itu, maka Nebukhadnezzar telah mempelajari pelajaran yang terakhir yang perlu dipelajari oleh semua pemimpin.” – Prophets and Kings, p. 521.

 

 

***

 

 86 total,  5 views today

 

<< Go Back

Start typing and press Enter to search

Shopping Cart